News
Jumat, 11 Juni 2021 - 02:40 WIB

Sri Mulyani Didesak Pajaki Perusahaan Teknologi, Ketimbang Sembako

Dany Saputra  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang tunai rupiah. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Ekonom Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mempertanyakan aspek keadilan ekonomi dari rencana pajaki sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan. Achmad menilai kelompok kelas menengah atas di luar negeri justru tidak terkena dampak rencana kenaikan PPN hingga 12% itu.

“Kelompok kelas menengah atas yang pendidikan dan kesehatan di luar negeri mereka tidak terkena dampak rencana kenaikan PPN tersebut, sementara kelas menengah bawah yang belanja sembakonya, pendidikannya dan kesehatannya di dalam negeri malah yang paling terdampak dari rencana reformasi pajak tersebut. Dimana keadilan ekonominya jika begitu?," katanya kepada Bisnis, Kamis (10/6/2021).

Advertisement

Oleh karena itu, Achmad berpesan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menargetkan penerimaan pajak dari kelompok perusahaan teknologi global, dan WNI dengan pendapatan top 1 percent yang masih menyimpan dana repatriasinya di luar negeri.

Baca Juga: Ini Kiat Mencegah Intervensi Pihak Ketiga di Akun Google

Advertisement

Baca Juga: Ini Kiat Mencegah Intervensi Pihak Ketiga di Akun Google

Dia lalu mengingatkan bahwa kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) pada 2017 lalu tidak diikuti dana repatriasi masuk ke dalam negeri, dari target dana repatriasi Rp1.000 triliun. Sementara, total dana repatriasi yang terealisasi masuk hanya Rp147 triliun.

“Kelompok WNI berpenghasilan top 1 percent tidak semua ikut tax amnesty 2017 kemarin, bila audit pajak dilakukan terhadap kelompok WNI tersebut, pemerintah masih dapat tambahan penerimaan negara dari pemberlakuan sanksi sekitar 200 persen dari aset mereka," pungkasnya.

Advertisement

"Potensi kenaikan inflasi 2021-nya berkisar naik 1% sampai 2.5%, sehingga inflasi 2021 bisa mencapai 2.18 persen sampai 4.68 persen,” ujarnya.

Baca Juga: Ingat, Cek Saldo & Tarik Tunai di ATM Link Dikutip Biaya!

Selain memicu inflasi, Achmad menyebut kenaikan PPN 12% terhadap sembako dari produksi pertanian juga akan menyebabkan petani kecil kehilangan kesejahteraan dan akhirnya makin miskin di tengah pandemi.

Advertisement

Hal tersebut bisa terjadi karena petani kecil semakin sulit menjual produknya di saat konsumen makin mengerem belanja imbas kenaikan PPN tersebut. Adapun, terdapat tiga opsi tarif untuk pengenaan PPN barang kebutuhan pokok ini. Pertama, pemberlakuan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12%.

Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif