News
Selasa, 11 Oktober 2011 - 19:53 WIB

Soal pungutan, komite sekolah harus kritisi RKAS

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/dok)

Solo (Solopos.com) – Anggota masyarakat yang menjadi komite sekolah seharusnya mengkritisi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang dibuat sekolah. Pihak komite sekolah diminta tidak asal tanda tangan atau menyepakati RKAS yang dibuat sekolah.

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/dok)

Advertisement
Penegasan itu disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Kota Surakarta (DPKS), Ichwan Dardiri, menanggapi soal pungutan sekolah yang dikeluhkan sejumlah pihak kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solo.

Ichwan mengatakan pada kenyataannya tidak semua komite sekolah mau mengkritisi RKAS. Jika diprosentase, hanya sekitar 70% komite sekolah yang kritis dan teliti. Padahal seharusnya komite sekolah harus jeli. “Kalau komite sekolah tidak kritis, masyarakat yang dirugikan,” ujarnya ketika ditemui wartawan di kantor DPKS, Selasa (11/10/2011).

Sesuai prosedur yang ditetapkan, katanya, RKAS seharusnya dibuat oleh sekolah bersama komite sekolah. Oleh karena itu komite sekolah harus mengkritisi RKAS. Setelah jadi, RKAS harus disampaikan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora). “Jika sudah diketahui dan disetujui Dinas, RKAS baru dibawa ke rapat antara komite sekolah dan orangtua siswa untuk menentukan besarnya pungutan sekolah jika diperlukan,” urainya.

Advertisement

Ichwan juga menegaskan siswa yang tidak mampu harus dibebaskan dari pungutan sekolah. Siswa yang harus membayar SPS hanya siswa kelas I SMP/SMA/SMK. “Siswa kelas II dan III tidak boleh dipungut SPS,” katanya. Setelah besaran SPS disepakati dalam rapat antara komite sekolah dan orangtua, katanya, pihak komite sekolah harus memberikan kesempatan kepada wali murid yang ingin mengajukan keringanan pembayaran.

Ia juga menguraikan Pemkot Solo telah memberikan batasan besaran pembayaran SPS pada sekolah negeri. Yaitu maksimal Rp 1,5 juta bagi siswa SD, Rp 2 juta bagi siswa SMP dan Rp 3 juta bagi siswa SMA/SMK. “Pada sekolah swasta, aturannya siswa miskin juga harus dibebaskan dari pembayaran uang sekolah,” katanya.

Sementara itu Kepala SMPN 18 Solo, Mardiyanto, membantah keterangan dari anggota DPRD yang menyebutkan adanya pungutan sekolah yang tidak sesuai prosedur di SMPN 18. Dalam pesan singkat yang diterima Espos, Selasa, Mardiyanto mengungkapkan SPS di SMPN 18 hanya ditujukan bagi siswa kelas VII baru yang menerima Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) Silver dan siswa luar kota. Besarnya SPS Rp 900.000/siswa. “Itu pun ada yang minta keringanan,” ujarnya.

Advertisement

Demikian halnya soal penentuan besarnya Sumbangan Pengembangan Pendidikan (SPP) di sekolah negeri, kata Ichwan, sudah ada batasan yang jelas. Yaitu maksimal Rp 45.000/bulan bagi siswa SD, Rp 100.000/bulan bagi siswa SMP dan Rp 200.000/bulan bagi siswa SMA/SMK.

ewt

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif