News
Selasa, 12 Agustus 2014 - 11:50 WIB

SIDANG SENGKETA PILPRES 2014 : Ini Keterangan Novela, Saksi Prabowo Hatta yang Bikin Suasana Sidang Ger-geran

Redaksi Solopos.com  /  Hijriyah Al Wakhidah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - (JIBI/Solopos/Detik)

Solopos.com, JAKARTA –Sama seperti sidang sengketa Pilpres yang sudah digelar beberapa hari sebelumnya, sidang Selasa (12/8/2014), juga diwarnai komentar-komentar menggelikan baik dari dari saksi maupun hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu saksi dari kubu Prabowo Hatta yang cukup mampu mencairkan suasana adalah Novela Nawipa dari Kampung Awaputu, Kabupaten Dogiyai, Papua. Gaya bicaranya yang cepat dan sedikit ketus bahkan terkesan ceplas-ceplos tanpa grogi sekalipun, justru mampu membuat peserta sidang tertawa. Patrialis Akbar pun menyukai gaya Novelana.

Advertisement

Tanya jawab dibuka dengan pertanyaan Ketua MK Hamdan Zoelva mengenai kapan dilakukan pemungutan suara.

“9 Juli,” jawab Novela di Ruang sidang MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Selasa (12/8/2014).

Advertisement

“9 Juli,” jawab Novela di Ruang sidang MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Selasa (12/8/2014).

Namun saat ditanya pelaksanaannya dari pukul berapa, Novela menjawab tidak tahu. Hal ini dikarenakan di distriknya tidak ada proses pemungutan suara.

“Tadi tanggal 9 Juli itu apa?” tanya Hamdan.

Advertisement

“Tidak ada. Saya tidak bisa terangkan karena tidak ada yang bisa diterangkan,” lanjutnya tegas.

Pertanyaan dilanjutkan oleh Patrialis Akbar. Dia menanyakan bagaimana suasana di distrik saat itu. Mendengar itu Novela dengan spontan menyemprot Patrialis.

“Jangan tanya ke saya karena saya juga masyarakat, tanyanya ke penyelenggara pemilu!” ketusnya.

Advertisement

Mendengar itu, Patrialis menanggapi santai. “Nggak apa-apa saya suka gaya-gaya anda seperti ini. Lanjutkan terus ya. Ini gaya Kartini masa kini,” ujar Patrialis sambil tersenyum.

Novela pun balas tersenyum. Ia mengatakan tidak ada komunikasi dengan siapa pun. Kejadian lucu pun terjadi saat Hakim Arief Hidayat menanyakan berapa jarak antara desa dengan distriknya.

“300 kilometer!” kata perempuan yang mengenakan baju batik berwarna cokelat ini spontan.

Advertisement

Sontak saja jawaban itu langsung membuat Hakim Arief terbelalak. Sadar akan ekspresinya, Novela langsung buru-buru meralat pernyataannya.

“30 kilometer, eh 300 meter. Saya manusia Pak, pasti punya salah nggak apa-apa,” ucap Novela tertawa.

Para hakim yang mendengar celotehan itu pun langsung tertawa. Dalam suasana yang cair itu, Hakim Arief kembali mencoba bertanya apakah Novila sebagai saksi mandat distrik mengetahui ada kegiatan lain di distrik lainnya dengan jarak yang tak terlalu jauh itu.

“Saya tidak mau bicara kampung lain. Saya maunya di kampung saya,” ketusnya.

Bingung mau bertanya apa lagi, Hakim Arief pun memutuskan untuk menyudahi sesi tanya jawab ini.

“Saya bisa kacau,” celetuknya sambil geleng-geleng kepala tertawa.

“Ya bapak kacau saya juga bisa kacau,” tutup Novela.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif