News
Selasa, 18 Desember 2018 - 21:32 WIB

Selain Salib Makam Dipotong, Tak Ada Kursi & Tenda Pelayat

Redaksi Solopos  /  Adib M Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JOGJA -- Kasus pemotongan nisan salib makam di Purbayan, Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menjadi sorotan karena belum pernah terjadi sebelumnya di daerah itu. Selain pemotongan salib, ada yang berbeda dalam prosesi pemakaman almarhum maupun suasan di rumah duka.

Salib makam Albertus Slamet Sugihardi, 60, di tempat pemakaman umum (TPU) itu dipotong warga pada Senin (17/12/2018) siang sekitar pukul 14.00 WIB. Pemotongan salib dengan gergaji itu dilakukan warga dengan dalih adanya kesepakatan warga kampung.

Advertisement

Salib yang dipotong tetap ditancapkan meskipun hanya berbentuk huruf “T” saja. Setelah itu, aksi intoleran rupanya belum berhenti. Saat beranjak malam, keluarga dan kolega Slamet yang mantan sopir di PMI Jogja itu mulai berdatangan untuk menggelar doa di rumah duka.

Lalu muncullah aksi warga yang menolak kegiatan doa itu. Saat akan dilakukan doa-doa di rumah duka, warga lagi-lagi menolak prosesi itu digelar. “Akhirnya, pembacaan doa-doa dilakukan ke gereja ini,” jelasnya.

Tak hanya itu, prosesi pemakaman Slamet juga tidak seperti pada umumnya. Tidak ada kursi bagi pelayat, begitu pula tenda tempat berteduh yang absen. Pengurus kampung beralasan, saat itu semua kursi dan tenda sedang digunakan untuk kegiatan lain.

Advertisement

Sikap itu diamini salah seorang tokoh masyarakat RT 53 RW 13 Purbayan Kotagede, Bedjo Mulyono. Dia beralasan sudah ada kesepakatan antara warga yang diwakili Ketua RT 53 Sholeh Rahmad Hidayat dan Ketua RW 13 Slamet Riyadi dengan pihak keluarga.

Bahkan, kata Bedjo, Maria Sutris Winarni, 63, istri Slamet menandatangani kesepakatan tersebut secara tertulis. “Pernyataan tertulisnya hari ini dengan materai, tapi kemarin sudah disepakati secara lisan,” kata Bedjo, Selasa.

Rupanya, pemakaman warga nonmuslim merupakan yang pertama di TPU Pejambon. Ketua RT 53 RW 13 Soleh Rahmad Hidayat berkilah ada kearifan lokal yang juga harus dihormati. "Kampung ada aturannya. Ada istiadat. Kuburan itu 99 persen kuburan Islam, baru ini saja yang non-Islam. Ini kesepakatan warga dan pengurus kampung," katanya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif