News
Senin, 31 Juli 2023 - 14:56 WIB

Sekolah di Tengah Kota Solo Minim Siswa, Pengamat: Perlu Evaluasi Sistem Zonasi

Dhima Wahyu Sejati  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pendaftaran siswa baru SMAN dengan sistem zonasi. (Antaranews.com)

Solopos.com, SOLO—Sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dirasa perlu dievaluasi. Pasalnya sistem zonasi dianggap tidak cocok untuk sekolah negeri yang berada di tengah kota, sedangkan warga sudah tinggal di daerah pinggiran.

Hal ini tergambar pada tujuh SD Negeri di Solo yang mendapatkan kurang dari 10 siswa pada PPDB 2023. Salah satu faktor utama yakni sekolah-sekolah tersebut berada di tengah kota dan jauh dari pemukiman.

Advertisement

“Jelas bahwa sekolah-sekolah negeri, terutama di pusat kota, sementara tempat tinggal warga banyak yang di daerah pinggiran, tapi sistem yang dipakai adalah sistem zonasi. Itu pembuat kebijakan tidak mengenali problem masyarakatnya,” kata pengamat pendidikan, Darmaningtyas, kepada Solopos.com, Jumat (28/7/2023).

Secara nasional, hal itu juga terjadi. Dia mencontohkan di Yogyakarta terdapat tiga SMP dan SMA negeri yang berada di Kota Baru. Menurut dia, daerah tersebut berada di perkantoran dan rumah sakit.

Advertisement

Secara nasional, hal itu juga terjadi. Dia mencontohkan di Yogyakarta terdapat tiga SMP dan SMA negeri yang berada di Kota Baru. Menurut dia, daerah tersebut berada di perkantoran dan rumah sakit.

“Kalau 60% penerimaan murid baru dengan sistem zonasi jelas kurang pas,” kata dia.

Meski, menurut dia, niat awal pemerintah menerapkan zonasi adalah pemerataan pendidikan dan menghapus stigma favoritisme sekolah, namun ini  justru menunjukkan cara berpikir pemerintah memiliki standar ganda. 

Advertisement

Menurut dia, memeratakan kualitas pendidikan itu tidak harus dengan sistem zonasi, namun yang lebih penting yakni pemerataan fasilitas, sumber daya manusia, serta anggaran. 

“Kalau sekolah favorit itu terbentuk secara natural, mestinya tidak dimatikan oleh pemerintah lewat zonasi. Yang saya tolak pada RSBI [Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional] dulu  karena perhatian Pemerintah fokus pada RSBI dan mengabaikan sekolah-sekolah negeri reguler maupun sekolah swasta,” kata dia.

Menurut dia, pemerintah perlu adil untuk mendudukkan posisi sekolah-sekolah negeri. Pemerintah harus memberikan keleluasaan untuk sekolah negeri dan memberikan ruang agar sekolah unggulan tetap bisa muncul.

Advertisement

“Aneh memang, ketika sekolah tidak bermutu di-bully, tapi ketika ada sekolah unggul/favorit kok dimatikan,” kata dia.

Selain itu, penerimaan siswa baru merupakan domain Pemda Daerah (Pembda) atau Pemerintah Kota (Pemkot) untuk pendidikan dasar dan SMP. Sedangkan pemerintah provinsi (Pemprov) memegang pendidikan menengah.

Sejauh ini pengaturan PPDB, termasuk zonasi diatur oleh pemerintah pusat melalui Permendikbudristek. Namun, menurut dia, seharusnya pengaturan PPDB berada di ranah Pemda dan Pemprov.

Advertisement

“Mendikbud melanggar UU Pemda, karena mengambil peran yang menjadi domain Pemda. Itu di UU No. 23/2014 jelas sekali. Kemendikbud itu hanya membuat standarisasi, kurikulum, dan evaluasi saja. Sebaiknya serahkan saja ke Pemda, jangan ada intervensi pusat. Intervensi pusat justru bisa bikin kacau seperti sekarang ini,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif