News
Kamis, 2 November 2023 - 10:48 WIB

Ruwatan Massal dalam Spirit Harmoni Meriahkan Hari Wayang Dunia di ISI Solo

Brand Content  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pertunjukan wayang kulit saat acara Ruwatan Massal pada acara Hari Wayang Dunia (HWD) IX tahun 2023 di Pendopo ISI Solo, Rabu (1/11/2023). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Ruwatan adalah bentuk ekspresi budaya tradisional yang masih mengakar pada lingkungan masyarakat Jawa.

“Ruwatan sebagai wahana pembersihan diri manusia dan media untuk menciptakan spirit harmoni kehidupan dunia,”ujar Pelaksana Humas ISI Solo, Anhar Widodo, S.Sos., CPS dalam keterangan tertulis.

Advertisement

Anhar menjelaskan, hal tersebut merupakan urgensi penyelenggaraan Ruwatan Massal pada acara Hari Wayang Dunia (HWD) IX tahun 2023 di Pendopo ISI Solo, Rabu (1/11/2023).

Kali ini orang yang dipercaya sebagai juru ruwat adalah Empu dalang Ki Dr. Bambang Suwarno, S.Kar., M.Hum., dari Sangkrah, Pasar Kliwon, Solo. Sang maestro tersebut dikenal sebagai dalang profesional, kreator wayang, praktisi, dan narasumber yang mumpuni di bidang seni pedalangan.

Advertisement

Kali ini orang yang dipercaya sebagai juru ruwat adalah Empu dalang Ki Dr. Bambang Suwarno, S.Kar., M.Hum., dari Sangkrah, Pasar Kliwon, Solo. Sang maestro tersebut dikenal sebagai dalang profesional, kreator wayang, praktisi, dan narasumber yang mumpuni di bidang seni pedalangan.

Empu Dalang juga menggelar pertunjukan wayang lakon Murwakala sekaligus memimpin ritual ruwatan. Rangkaian acara ruwatan massal dilakukan pada tanggal 1 Nopember 2023 jam 09.00 WIB hingga selesai, bertempat di Pendopo Ageng KGPH Joyokusumo ISI Solo. Ruwatan massal diikuti masyarakat umum dari berbagai wilayah.

Spirit harmoni dunia yang terwadahi dalam narasi besar Mawayang Hayu Bhuwana memberikan makna mendalam bagi siapa saja untuk menumbuhkan spirit harmoni jagat raya sehingga tercipta keselarasan hidup bagi masyarakat yang mengikutinya dan berimplikasi bagi terciptanya kedamaian di dunia.

Advertisement

Oleh karenanya, mala dapat saja diartikan sebagai bencana, chaos, tintrim, sengsara, celaka; adapun sukerta dimaknai sebagai kotor, beraura negatif. Mala dan sukerta ini dapat mengencam dan menjelma dalam berbagai varian, seperti kegoncangan psikologi, tidak beruntung, sial, minder, kurang percaya diri, maupun gangguan lainnya.

Kondisi jagat raya dalam genggaman konflik, peperangan, terorisme, perilaku brutal, dan aura negatif lainnya sebagai perwujudan mala dan sukerta. Ruwatan menjadi spirit dan tata laku batiniah manusia untuk keluar dari cengkeraman mala dan sukerta, sehingga dapat tercipta harmoni manusia maupun jagat raya.

Pergelaran wayang ruwatan lakon Murwakala dari Ki Bambang Suwarno dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi siapa saja yang tertarik untuk menyaksikannya. Dalam Murwakala, pembebasan bagi orang sukerta direpresentasikan ketika dalang Kandhabuwana alias Bathara Wisnu berhasil membebaskan mereka dari keganasan Bathara Kala.

Advertisement

Pembebasan ini juga disinggung pada beberapa literatur Jawa, seperti pembebasan Dewi Winata oleh Garudeya dalam Adiparwa; dalam Kakawin Parbhigama, Arjuna membebaskan bidadari Purpamesi dari kutukan berwujud buaya di Sungai Savabadra.

Pada Kidung Sudamala ditemukan cerita Sadewa meruwat Durga kembali berparas Uma, ataupun pada cerita Nawaruci ketika Bima berhasil meruwat Rukmuka-Rukmakala menjadi Bathara Indra dan Bathara Bayu.

“Sebagai ekspresi budaya tradisional, ruwatan massal digelar untuk wahana membangkitkan kebanggaan bersama terhadap warisan budaya bangsa. Tradisi ruwatan massal juga dapat memberikan kontribusi dan manfaat secara spiritual bagi siapa saja yang mau mengikutinya. Ruwatan massal menjadi ruang terbuka bagi kita untuk memberikan makna positifnya dan dapat menggugah daya kreasi dan inovasi untuk kekaryaan seni,” ujar Anhar.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif