News
Selasa, 4 Desember 2012 - 15:32 WIB

RUSUNAMI: Birokrasi Berbelit-Belit, Pengembang Ogah Bikin

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone)

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone)

JAKARTA – Pengembang meminta pemerintah untuk membebaskan koefisien lantai bangunan (KLB) pada pembangunan rumah susun sejahtera milik (rusunami) untuk menghidupkan kembali program itu. Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Setyo Maharso menuturkan pembebasan KLB tersebut akan memberikan subsidi kepada pengembang yang membangun rusunami di tengah kota.
Advertisement

“Harga tanah di tengah kota sudah mahal sehingga dengan adanya pembebasan KLB dapat mensubsidi harga tanah yang sudah mahal itu,” kata Setyo, Selasa (4/12/2012). Meskipun, lanjutnya, mati surinya program 1.000 menara rusunami oleh pemerintah dimanfaatkan pengembang untuk membangun hunian vertikal yang membidik segmen menengah ke bawah.

“Pengembangan rusunami di Jakarta sempat terhenti karena terhambat masalah regulasi. Dari situ pengembang tahu ada pasar yang cukup besar untuk hunian dengan kisaran Rp200 juta hingga Rp400 juta, walaupun tanpa subsidi dari pemerintah,” imbuhnya. Setyo mengungkapkan sebenarnya anggota REI telah mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) sekitar 258 menara Rusunami, tetapi belum semuanya terbangun karena terkendala oleh regulasi yang simpang siur.

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukinan Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo menuturkan pengembang saat ini tidak bersemangat membangun rusunami karena birokrasi yang terlalu sulit. “Birokrasi yang kami rasakan sebelumnya sangat sulit, pengembang sudah tidak semangat untuk menghidupkan program pembangunan 1.000 tower. Pengurusan IMB saja bisa sampai 3 tahun baru keluar. Kami memang saat ini belum merasakan kepemimpinan Pak Jokowi,” kata Eddy. Selain itu, Eddy mengkhawatirkan peruntukan rusunami di perkotaan tidak tepat sasaran karena pengembang lebih tertarik untuk menawarkan kepada konsumen yang lebih mampu. “Karena biasanya konsumen berpenghasilan dibawah Rp5 juta per bulan memiliki beberapa kredit lainnya, sehingga malah mereka tidak mampu membeli,” ungkapnya.

Advertisement

Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat Pangihutan Marpaung sebelumnya meminta agar pemerintah daerah memberikan kemudahan perijinan, retribusi, dan bantuan infrastruktur yang memadai agar pembangunan rusunami dapat terlaksana dengan baik. “Dukungan pemda dalam pelaksanaan 1.000 tower sangat diperlukan karena permasalahan zonasi pembangunan, retribusi dan dukungan infrastruktur menjadi kewenangan pemda setempat dimana rusunami tersebut akan dibangun,” ujarnya. Menurutnya, masalah perijinan dari pemda dalam program 1.000 tower pemerintah juga penting karena pengembang membutuhkan kepastian hukum lahan dan zonasi untuk perumahan apabila mereka ingin membangun hunian vertikal tersebut.

Dia mengingatkan pemda agar tidak mengulangi terjadinya penyegelan bangunan rusunami yang sudah dilaksanakan pemancangan tiang pertama, padahal tujuan dilaksanakannya pembangunan rusunami untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat menghuni rumah yang layak. “Pemda perlu memastikan perijinan serta zonasinya. Jangan sampai beberapa bulan setelah pemancangan tiang Rusunami malah disegel,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif