Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksi antarbank di Jakarta, Selasa pagi, bergerak melemah 35 poin ke posisi Rp9.015 dibanding sebelumnya Rp8.980 per dolar AS.
“Pelaku pasar kembali khawatir dengan risiko resesi yang cukup dalam di Uni Eropa (UE) sehingga memicu pelaku pasar memegang dolar AS,” kata analis Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, sentimen negatif itu diperkirakan menjalar ke Asia dan akan kembali menekan rupiah terhadap dolar AS di kisaran Rp9.000 sampai dengan Rp9.020.
Ia mengatakan, Yunani masih menjadi sumber masalah Uni Eropa (UE). Yunani belum dapat memenuhi target disiplin fiskal yang diwajibkan sebagai kompensasi dari pencarian dana talangan dan kesepakatan utang dengan komisioner yang mengawasi anggaran Yunani, tetapi ditolak.
“Walaupun pembicaraan dengan para kreditur obligasi Yunani sudah mendekati kesepakatan yaitu ‘write off’ utang sebesar 50 persen dan menukarkan dengan obligasi tenor 30 tahun dan kupon 3,6 persen,” katanya.
Kesepakatan itu, kata dia, membuat pemegang obligasi mengalami kerugian efektif sebesar 69 persen dari nilai utangnya. Tetapi Kanselir Jerman mensinyalkan kesepakatan mungkin tertunda sampai Yunani bisa memenuhi janji.
“Total dana talangan Yunani sebesar 110 miliar euro. Yunani menghadapi utang yang jatuh tempo senilai 14,5 miliar euro pada 20 Maret mendatang,” ujar Lana.
Analis valuta asing dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan, melemahnya nilai tukar rupiah juga dikarenakan aksi ambil untung (profit taking) pelaku pasar uang.
“Pada pekan kemarin rupiah menguat cukup signifikan, kondisi itu membuat pelaku pasar melakukan ‘profit taking’ pada pekan ini,” katanya. Antara