Kolom
Sabtu, 20 April 2024 - 09:55 WIB

Perbaikan Sistem PPDS

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mahasiswa fakultas kedokteran sedang berpraktik di laboratorium. Pendidikan dokter adalah salah satu program studi di perguruan tinggi yang berbiaya mahal. (Antaranews.com)

Hasil skrining kesehatan jiwa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menunjukkan ada 2.716 calon dokter spesialis yang mengalami gejala depresi.

Angka 2.716 atau 22,4% ini berbasis calon dokter yang sedang menempuh berbagai pendidikan spesialisasi. Sekitar 3% di antara mereka mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri dengan berbagai cara.

Advertisement

Beban pendidikan dan pelayanan yang tinggi, ditambah lingkaran setan perundungan oleh senior terhadap junior, disebut sebagai penyebab.

Skrining tersebuti dilakukan Kementerian Kesehatan terhadap 12.121 calon dokter spesialis. Skrining dilakukan pada pada 21, 22, dan 24 Maret 2024. Penapisan dilakukan di 28 rumah sakit menggunakan kuesioner patient health questionnaire-9 atau PHQ-9.

Advertisement

Skrining tersebuti dilakukan Kementerian Kesehatan terhadap 12.121 calon dokter spesialis. Skrining dilakukan pada pada 21, 22, dan 24 Maret 2024. Penapisan dilakukan di 28 rumah sakit menggunakan kuesioner patient health questionnaire-9 atau PHQ-9.

Kementerian Kesehatan telah mengidentifikasi beberapa penyebab stres di kalangan para calon dokter spesialis. Tentu saja penyebab yang ditemukan itu harus didalami lebih lanjut.

Penyebab stres tersebut, antara lain, beban pendidikan berupa tuntutan menyelesaikan karya ilmiah dan membaca jurnal, beban pelayanan seperti kewajiban berjaga malam di rumah sakit, beban ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan keluarga, serta perundungan dalam berbagai bentuk.

Advertisement

Fakta ini mengemukakan urgensi mengevaluasi sistem PPDS secara menyeluruh. Kenyataan banyak peserta PPDS yang mengalami gejala depresi, bahkan memendam keinginan mengakhiri hidup, setidaknya menunjukkan dua hal yang saling berkaitan.

Pertama, sistem PPDS yang menghasilkan rangkaian proses yang berdampak buruk pada peserta. Kedua, kepribadian peserta PPDS bisa jadi ada yang rentan depresi dan tidak kompatibel dengan sistem PPDS yang berlaku selama ini.

Untuk yang pertama tentu butuh evaluasi menyeluruh sehingga sistem PPDS menjadi lebih ramah dan menyenangkan. Ada banyak isu—yang sebenarnya bersifat rahasia umum—tentang sistem PPDS yang dalam rangkaian proses memunculkan perundungan dan perlakuan-perlakuan tidak manusiawi yang sesungguhnya tidak perlu.

Advertisement

Masa perundungan paling parah oleh senior kepada peserta PPDS jamak pada  semester pertama. Pada masa itu para dokter umum peserta PPDS dianggap sebagai “keset”. Ketika semester semakin tinggi, perundungan makin berkurang dan lebih manusiawi.

Untuk yang kedua tentu yang dibutuhkan adalah konseling dan pendampingan sehingga setiap peserta PPDS bisa menyelesaikan pendidikan dengan baik. Tentu konseling ini dalam konteks ketika sistem PPDS telah dievaluasi total dan dibenahi sehingga menjadi sistem yang lebih ramah, manusiawi, dan menyenangkan.

Kebutuhan dokter umum dan dokter spesialis di Indonesia belum terpenuhi, bahkan dalam tingkat minimal. Oleh karena itu, ”menyelamatkan” peserta PPDS dengan mengevaluasi total sistem PPDS menjadi penting.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif