Kolom
Jumat, 26 April 2024 - 12:55 WIB

Identitas, Keragaman, dan Prestasi

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Muhammad Erza Farandi (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Indonesia memiliki banyak suku dengan latar belakang budaya yang berbeda. Tim nasional sepak bola Indonesia senior dan kelompok umur mencerminkan keberagaman ini.

Perdebatan sengit selalu terjadi akibat penggunaan pemain sepak bola hasil naturalisasi atau pemain keturunan yang bermain di tim nasional sepak bola Indonesia.

Advertisement

Apakah kehadiran pemain naturalisasi dan keturunan itu membantu atau justru merugikan jati diri bangsa dan kemajuan sepak bola Indonesia?

Kita harus memahami terlebih dahulu apa itu pemain ras murni atau pemain lokal. Menurut artikel di laman FIFA pada bagian Request for Eligibility or Change of Association ada enam persyaratan seorang pemain sepak bola bisa membela sebuah negara.

Advertisement

Kita harus memahami terlebih dahulu apa itu pemain ras murni atau pemain lokal. Menurut artikel di laman FIFA pada bagian Request for Eligibility or Change of Association ada enam persyaratan seorang pemain sepak bola bisa membela sebuah negara.

Para pemain sepak bola itu bisa saja bukan berasal dari negara tersebut. Pertama, pemain tersebut memiliki kewarganegaraan negara asosiasi baru.

Kedua, pemain memperoleh kewarganegaraan dari negara asosiasi baru selama masa aktif bermain. Ketiga, pemain tidak pernah berpartisipasi dalam pertandingan dalam kompetisi resmi di level mana pun dalam jenis sepak bola apa pun untuk asosiasi anggota lain.

Advertisement

Keenam, perpindahan pemain ke wilayah tersebut dari asosiasi terkait tidak untuk tujuan berpartisipasi untuk tim perwakilannya. Jika syarat itu terpenuhi, pemain diizinkan membela asosiasi tersebut.

Pemain-pemain sepak bola yang dinaturalisasi oleh PSSI beberapa tahun terakhir mayoritas merupakan pemain grade A atau pemain yang biasa menjadi starter di tim nmereka.

Tim asal pemain yang dinaturalisasi berkompetisi di liga elite. Contoh pemain sepak bola demikian ini yang dinatruraliasi PSSI adalah Sandhy Walsh yang bermain di KV Mechelen. Klub sepak bola ini bermain di kasta tertinggi liga Belgia.

Advertisement

Elkan Baggot adalah pemain sepak bola Bristol Rovers yang berlaga di kasta ketiga Liga Inggris. Pemain yang dinaturalisasi oleh PSSI bukan pemain sembarangan karena PSSI benar-benar menyeleksi dari segi performa di klub asal.

Efek dari beberapa pemain naturalisasi dan keturunan cukup baik dan puncaknya terjadi pada saat Indonesia untuk kali pertama dalam sejarah lolos ke fase 16 besar Piala Asia pada 2024 di Qatar.

Tentu saja tidak boleh menutup kritik untuk para pemain naturalisasi dan keturunan tersebut. Banyak pemain hasil naturalisasi tersebut yang belum fasih, bahkan belum bisa berbahasa Indonesia.

Advertisement

Hal tersebut bisa membuat integrasi tim membutuhkan waktu yang ekstra. Kendala bahasa juga akan berdampak pada chemistry antarpemain.

Ketika tim nasional sepak Indonesia menjalankan sebuah taktik butuh memahamkan tiap pemain secara ekstra karena pemain-pemain sepak bola tersebut datang dengan latar belakang budaya dan filosofi gaya permainan yang berbeda.

Pemain naturalisasi dan keturunan bukan suatu ancaman. Dari sisi kualitas sebenarnya banyak pemain tim nasional asli Indonesia yang saat ini juga bermain di klub-klub sepak bola di luar negeri.

Mereka, antara lain, Asnawi Mangkualam yang bermain di Thai Port FC di Liga Thailand dan Marselino Ferdinan yang bermain di KMSK Deinze. Klub ini bermain di kasta kedua Liga Belgia.

Para pemain keturunan dan naturalisasi yang diambil PSSI memang dikonsentrasikan pada posisi-posisi krusial dan yang menjadi titik lemah tim nasional saat bertanding.

Pemain-pemain asli Indonesia masih punya peluang terbuka untuk membela tim nasional dan bahkan menggeser para pemain naturalisasi dan keturunan jika mereka bisa bermain bagus dengan konsisten di klub masing-masing.

Naturalisasi pemain asing telah menjadi sorotan utama pada era pelatih Shin Tae Yong. Beberapa jurnalis sepak bola menentang program naturalisasi ini. Mereka menganggap itu  sebagai ancaman terhadap identitas nasional.

Seharusnya kita melihat itu sebagai peluang untuk memperkuat tim nasional Indonesia. Para pemain yang memilih membela tim nasional sepak bola Indonesia, baik asli Indonesia maupun keturunan, seharusnya diapresiasi.

Keberagaman di tim nasional bisa menjadi ruang untuk membangun persatuan. Pada intinya mereka sama-sama memperjuangkan Indonesia untuk meraih prestasi sepak bola setinggi-tingginya. Seharusnya kita tidak membeda-bedakan mereka.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 23 April 2024. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Negeri Yogyakarta)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif