News
Minggu, 15 Oktober 2017 - 22:00 WIB

Rasio Pajak Memburuk, Ditjen Pajak Tuding Masyarakat Tak Patuh

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penyetoran laporan SPT Tahunan PPh, Rabu (18/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Ditjen Pajak menuding kepatuhan masyarakat wajib pajak membuat rasio pajak terhadap PDB memburuk.

Solopos.com, JAKARTA — Kinerja penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (rasio pajak) setiap tahun terus tergerus. Ditjen Pajak menuding rendahnya kepatuhan wajib pajak (WP) berpengaruh terhadap memburuknya situasi tersebut.

Advertisement

Jika menilik bahan grafik Kementerian Keuangan (Kemenkeu), meski sempat menembus 11% pada 2013, namun secara simultan realisasi rasio pajak pusat selama empat tahun terakhir terus menurun. Pada 2013 misalnya, kinerja penerimaan pajak terhadap PDB mencapai 11,3%, pada 2015 kinerjanya memburuk menjadi 10,8% dan terus turun pada 2016 menjadi 10,4%.

Anjloknya rasio pajak itu menempatkan Indonesia di bawah negara-negara lainnya. Malaysia misalnya 2015 rasio penerimaan pajak terhadap PDB sebesar 14,3%, Thailand 16,5%, dan Australia 22,2%. Padahal, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) target rasio pajak 2016 sudah sebesar 14,2%, angka itu naik menjadi 14,6% pada 2016, dan ditargetkan pada 2019 mencapai 16%.

Adapun tahun ini, target rasio pajak pemerintah dipatok 10,8% atau tumbuh 0,4% dibanding tahun sebelumnya. Dengan kinerja penerimaan September yang masih Rp770,7 triliun atau 60% dari target APBNP 2017 senilai Rp1.283,6 triliun, pemerintah masih cukup optismis target tersebut bisa dicapai.

Advertisement

Kendati demikian, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan ada beberapa persoalan yang perlu dipahami sebelum membandingkan rasio pajak Indonesia dengan negara lain. Salah satunya perbedaan komposisi dan cara menghitung rasio pajak. Baca juga: WNI Transfer Rp18,9 Triliun ke Singapura, Upaya Menghindari Pajak?

Di Malaysia, kata dia, jaminan kesehatan menjadi salah satu variabel untuk mengukur rasio pajak. Sedangkan di Indonesia, jaminan kesehatan, pajak daerah, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), hingga penerimaan Bea dan Cukai tak masuk dalam hitungan pemerintah. Artinya, komposisi yang dipakai mengukur rasio pajak pusat hanya penerimaan pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Jadi tax ratio rendah karena komposisinya berbeda,” kata Dirjen Ken di Universitas Indonesia Sabtu (14/10/2017).

Advertisement

Situasi itu tentu akan berbeda jika memasukan sejumlah variabel-variabel tersebut ke dalam skema penghitungan rasio pajak pemerintah. Tahun lalu misalnya, dengan penambahan komposisi penerimaan dari sumber daya alam dan pajak daerah, rasio pajak Indonesia bisa mencapai 12,4%.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif