News
Kamis, 24 Maret 2022 - 19:54 WIB

Punya Kemiripan, Ini Beda TBC dan Covid-19

Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi orang menderita TBC saat di kereta. (Suara.com)

Solopos.com, JAKARTA — Penyakit tuberkulosis (TBC) yang merenggut nyawa 11 orang per jam di Indonesia memiliki kemiripan dengan dengan Covid-19 yang sedang menjadi pandemi di dunia.

Berikut persamaan dan perbedaan antara TBC dan Covid-19 seperti dikutip Solopos.com dari  situs www.covid-19.go.id, Kamis (24/3/2022).

Advertisement

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes mengungkapkan TBC dan Covid-19 sama-sama berbahaya dan menular melalui droplet serta saluran pernapasan.

Baca Juga: 1,5 Juta Orang Meninggal akibat Tuberkulosis, Begini Sikap G20 dan G7

Wiendra menjelaskan ada beberapa perbedaan antara TBC dengan Covid-19, mulai dari gejala hingga cara penanganannya.

Advertisement

“Penularannya (TBC dan Covid-19) sama-sama droplet. Namun perbedaannya adalah pada diagnosisnya. Kalau Covid-19 dari virus sedangkan TBC dari kuman atau bakteri,” ujarnya.

Pada gejala, Wiendra menjelaskan gejala TBC antara lain onset atau serangan kronik lebih dari 14 hari dengan gejala demam kurang dari 38 derajat celcius disertai batuk berdahak, bercak darah, sesak napas memberat bertahap, berat badan turun dan berkeringat di malam hari.

Sedangkan gejala Covid-19 antara lain dengan gejala onset akut kurang dari 14 hari disertai demam lebih dari 38 derajat celcius dengan batuk kering, sesak napas muncul segera setelah onset, nyeri sendi, pilek, nyeri kepala, gangguan penciuman atau pengecapan.

Baca Juga: Paling Rentan, Ada 2 Pasien Tuberkulosis-HIV di Wonogiri

Advertisement

Proses diagnosis TBC dan Covid-19 juga memiliki kesamaan dengan menggunakan metode Tes Cepat Molekuler (TCM) dan Polymerase Chain Reaction (PCR), namun perbedaannya ada pada pengambilan sampelnya. Untuk diagnosis Covid-19 harus melalui swab sedangkan TBC cukup dengan dahak saja.

Sedangkan perbedaan besarnya adalah Covid-19 belum ada obat yang dapat menyembuhkan sedangan TBC sudah ditemukan obatnya dan dapat diakses secara gratis.

“Covid-19 belum punya obat sedangkan TBC sudah ada obatnya, dengan catatan harus dikonsumsi dengan baik dan patuh,” pungkasnya.

Walaupun memiliki obat dalam membantu penyembuhan, masih banyak masyarakat yang menyepelekan penyakit TBC karena dianggap merupakan penyakit lama sehingga kurang memperhatikan kedisiplinan pada proses penyembuhan melalui konsumi obat yang telah tersedia, sehingga para penderita TB menjadi resisten atau obatnya sudah tidak mempan lagi dengan penyakit TBC tersebut.

Advertisement

Baca Juga: Efek Pandemi Covid-19, Kasus Tuberkulosis Naik Lagi

“Ketika sudah mengkonsumsi, lalu stop, lalu nanti minum lagi. Jadi sembuhnya tidak betul-betul sembuh sempurna. Padahal obat TB harus dikonsumsi dalam waktu yang cukup panjang yaitu enam bulan. Namun pada bulan pertama dan kedua merasa sudah sembuh, padahal belum sembuh. Hal ini yang menjadi resisten dan masalah yang masih menjadi tantangan kita,” jelasnya.

Wiendra menambahkan orang yang menderita TBC bukan menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit Covid-19.

“Menurut data, hanya 19 orang penderita TBC yang terkena Covid-19. Pada data yang tersedia, justru penyakit tidak menular atau PTM menjadi penyakit bawaan yang mudah terjangkit Covid-19. Walaupun TBC ada dalam 10 besar penyakit bawaan yang rawan terkena Covid-19, namun TBC bukan nomor satu,” tambahnya.

Advertisement

Pengendalian penyakit TBC selama pandemi Covid-19 turut mengalami beberapa hambatan, terlebih karena kekhawatiran pasien TBC serta pihak rumah sakit dalam melakukan pemeriksaan.

Baca Juga: Eliminasi Tuberkulosis di Solo Ditekati Tuntas 2025

“Pasiennya (pasien TBC) tidak bisa ke layanan kesehatan karena takut, kemudian fasilitas kesehatan juga sekarang takut memeriksa pasien TBC, terlebih pada Covid-19. Namun dengan sebagian besar rumah sakit rujukan Covid-19 yang memiliki pemeriksaan laboratorium dengan TCM, cukup membantu terhadap pelayanan pasien TBC,” jelas Wiendra.

Wiendra mengimbau kepada masyarakat penderita TBC selalu berobat ke pelayanan kesehatan yang ada dan mengkonsumsi obat hingga sembuh total sehingga penularannya tidak semakin meningkat.

“Pelayanan TBC tidak bisa berhenti, kalau butuh ke layanan protokol kesehatan tetap dijalani. Jangan putus obat dan pastikan bahwa obat itu didapatkan oleh pasien,” tegas Wiendra.

Langkah pencegahan Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia bahwa kesehatan dan kebersihan adalah hal yang penting.

Advertisement

Baca Juga: Dukungan Global Fund Berakhir, Aisyiyah Mandiri Tangani Tuberkulosis

Hal ini turut menjadi peluang untuk mencegah penularan penyakit TBC dengan melakukan hal yang sama, seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak.

“Mengubah kebiasaan pastinya sulit, tidak semudah membalik telapak tangan, tapi adanya Covid-19, kita memiliki peluang untuk menumbuhkan kebiasaan dengan disiplin dan patuh untuk menjalankan protokol kesehatan seperti cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak, sehingga tidak hanya berguna untuk mencegah Covid-19 tapi juga berguna untuk mencegah penularan TBC,” terangnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif