News
Rabu, 13 September 2023 - 17:44 WIB

Pulau Rempang dan Teluk Benoa Bali, Proyek Tomy Winata yang Ditolak Warga

Anshary Madya Sukma  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pulau Rempang. (BP Batam)

Solopos.com, BATAM — Konflik berkelanjutan antara aparat dan warga yang menolak proyek pengembangan Pulau Rempang di Batam, Kepulauan Riau berkaitan dengan nama pengusaha nasional, Tomy Winata.

PT Makmur Elok Graha (MEG) yang akan mengembangkan kawasan Pulau Rempang adalah anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.

Advertisement

Penolakan terhadap proyek Rempang menambah daftar panjang proyek TW, demikian sapaan akrabnya, yang ditentang masyarakat.

Pulau Rempang memiliki luas sekitar 17.000 hektare. Rencananya, di wilayah itu akan dikembangkan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City.

Proyek ini akan mengubah permukaan pulau tersebut menjadi kawasan pengembangan terintegrasi untuk industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan energi baru dan terbarukan (EBT).

Proyek PT MEG di kawasan Rempang disebut-sebut memiliki nilai investasi sebesar Rp381 triliun.

Proyek direncanakan selesai tahun 2080 dengan target menyerap 306.000 orang tenaga kerja.

Untuk tahap pertama sampai 2040, akan direalisasikan investasi sekitar Rp29 triliun dengan perkiraan penyerapan kerja mencapai 186.000 orang melalui pengembangan industri manufaktur dan logistik, pariwisata MICE, dan kegiatan perumahan yang didukung oleh perdagangan dan jasa.

Program Pengembangan Kawasan Rempang KPBPB Batam Provinsi Kepulauan Riau resmi diluncurkan pada Rabu (12/4/2023) setelah sempat tertunda selama 18 tahun.

Advertisement

Pengembangan kawasan Rempang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari arah kebijakan dan langkah-langkah strategis pengembangan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK).

Pengembangan Rempang ini sebetulnya sudah berjalan sejak 2004 silam, yang ditandai dengan adanya nota kesepahaman antara Pemkot Batam dan Otorita Batam dengan PT MEG.

Nota kesepahaman terkait rencana pembangunan kota wisata di Rempang dan Galang.

PT MEG yang merupakan anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tommy Winata ini mendapatkan konsesi kerja selama 80 tahun.

Sayangnya, rencana tersebut harus tertunda lantaran adanya masalah pembebasan lahan.

Proyek pengembangan Pulau Rempang diyakini akan memberikan keuntungan bagi negara dari sisi realisasi investasi, dan juga BP Batam selaku pemegang hak pengelolaan lahan di pulau tersebut dari sisi pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Investasi pertama yang akan masuk di Pulau Rempang, yakni pembangunan pabrik kaca dan panel surya terintegrasi milik Xinyi International Investment Limited dari China.

Advertisement

Nilai investasinya mencapai US$11,5 miliar atau setara dengan Rp173,51 triliun (asumsi kurs Rp15.088 per dolar US$).

Komitmen investasi hilirisasi pasir kuarsa tersebut diperoleh seusai Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkunjung ke China pada Juli 2023 lalu.

Reklamasi Teluk Benoa

Selain proyek Rampang, Tomy Winata juga dikait-kaitkan dengan reklamasi Teluk Benoa.

Reklamasi Teluk Benoa adalah proyek presitisius yang akan menambah sejumlah pulau di kawasan yang berada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung tersebut.

Proyek ini juga memperoleh penolakan dari masyarakat. Gerakan masyarakat ’For Bali’ sangat getol menolak rencana tersebut.

Mereka berpandangan Teluk Benoa merupakan kawasan adat sehingga harus dijaga kesuciannya.

Tomy Winata sempat menanggapi penolakan terkait proyek yang dikembangkan oleh kelompok usaha Artha Graha, PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).

Advertisement

Pada tahun 2015 lalu, dia bahkan mengaku siap apabila proyek tersebut harus dimoratorium.

Tomy menuturkan proyek revitalisasi bukan sekali ini digagas olehnya. Dirinya pernah menggarap proyek reklamasi di Pantai Kuta, Bali seluas 4,5 hektare untuk dikembangkan menjadi Kartika Plaza Hotel dan Villa.

Pada saat itu, lanjut TW, tidak ada orang yang meributkan upaya reklamasi.

Kondisi tersebut sangat berbeda dengan gencarnya penolakan masyarakat dan LSM terhadap proyek reklamasi Teluk Benoa, Badung, Bali.

Kendati yakin proyeknya mengusung konsep green project, Tomy mengaku siap apabila penolakan yang digaungkan sekelompok masyarakat berujung pada pembatalan proyek ini.

“Kalau ujungnya proyek ini dimoratorium saya siap. Saya nolkan semua dana yang sudah keluar,” kata Tomy, Jumat (10/4/2015).

Dari nilai total proyek yang mencapai Rp30 triliun, PT TWBI diperkirakan telah membelanjakan sekitar Rp1 triliun untuk ongkos konsultan, feasibility study, dan uji lapangan.

Advertisement

Kesiapan Tomy bukan tanpa syarat. TW justru menantang agar masyarakat dan LSM memoratorium seluruh proyek yang belum memiliki izin perubahan peruntukan kawasan di sekitar Bali.

Utamanya di Tanjung dan Teluk Benoa. Berdasarkan data TWBI, setidaknya ada 61 bangunan yang menyalahi izin kawasan.

Dua di antaranya Hotel Crystal dan pabrik semen milik PT Pioneer Beton yang membuang limbah di sekitar kawasan mangrove.

“Ini termasuk rasa keadilan sebagai investor. Proyek saya ini belum apa-apa tapi sudah terkendala opini seperti itu,” ujarnya.

Jembatan Selat Sunda

Proyek lain yang juga sempat menuai kontroversi adalah wacana pembangunan Jembatan Selat Sunda.

Jembatan ini rencananya akan menghubungkan daratan Banten dan Sumatra khususnya Lampung.

Pengusaha Tomy Winata lagi-lagi dikaitkan dalam proyek prestisius tersebut.

Advertisement

Proyek ini disebut akan menelan dana sebesar Rp255 triliun. Namun proyek ini kemudian diputuskan untuk dibatalkan pada pemerintahan Presiden Jokowi.

Menteri Bappenas pada awal pemerintahan Jokowi, Andrinof Caniago mengkhawatirkan pembangunan jembatan antarpulau itu akan mematikan identitas maritim nasional.

Pasalnya Selat Sunda merupakan jalur penyeberangan laut terpadat di Indonesia.

“Proyek Jembatan Selat Sunda tidak untuk dibangun paling tidak dalam 5 sampai 10 tahun ke depan,” tegasnya dalam pertemuan dengan wartawan, Jumat malam (31/10/2014).

Menurut dia, kegiatan maritim di Selat Sunda tidak seharusnya dihentikan tetapi justru dikembangkan dan dipamerkan sebagai identitas maritim.

Tahap awal bisa dilakukan dengan memperbaiki infrastruktur pelabuhan, menambah dermaga dan unit kapal.

“Kita harus menghentikan pemikiran paradox dalam merencanakan proyek pembangunan, jangan menciptakan ketimpangan,” lanjutnya.

Advertisement

Pembangunan Jembatan Selat Sunda diproyeksi akan menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi.

Artinya, pertumbuhan pembangunan tidak merata, melainkan hanya terfokus di wilayah Jawa dan Sumatera.

Di sisi lain, sebelum resmi dibatalkan, Tomy Winata juga pernah mengungkapkan unek-uneknya mengenai proyek tersebut.

Dia mengatakan pemerintah perlu tegas dan satu kata terkait proyek-proyek nasional yang memiliki efek positif bagi seluruh rakyat seperti tanggul raksasa di Teluk Jakarta dan Jembatan Selat Sunda.

“Proyek-proyek tersebut perlu keputusan politik yang kuat, tapi jangan menjadi proyek politik tertentu,” ujarnya melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa (19/11/2013).

Tomy mengatakan perlu pribadi yang kuat, ikhlas dan siap mengambil risiko apa pun dengan tegas dan tuntas demi tercapainya proyek strategis demi masa depan rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Ini pandangan saya. Saya senang dan akan menerima kalau saya yang dianggap salah selama ini,” ujarnya.

Menyikapi proyek Jembatan Selat Sunda (JSS), yang sudah memiliki dasar hukum karena sudah ada keputusan presiden dan peraturan presiden, dia menyatakan pemerintah masih bersikap ragu-ragu dan belum bisa satu kata.

“JSS menyangkut masa depan Pulau Sumatra dan Pulau Jawa serta memiliki efek domino yang positif ke seluruh negeri. Sekurang-kurangnya, keberadaan JSS akan berdampak pada masa depan tiga perempat rakyat dan 80% ekonomi Indonesia. Itu masih tertunda tanpa keputusan,” tuturnya.

Bisnis telah menghubungi pihak Artha Graha untuk mengonfirmasi seputar kisruh pengembangan Pulau Rempang hingga proyek milik Tomy Winata lainnya.

Namun hingga berita ini diturunkan belum ada penjelasan resmi dari pihak Artha Graha.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Jejak Proyek Jumbo Tomy Winata, dari Rempang Eco City hingga Reklamasi Teluk Benoa”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif