News
Selasa, 4 Oktober 2022 - 09:35 WIB

Profil DN Aidit, Pimpinan PKI yang Berjiwa Seni

Aghniya Fitrisna Damartiasari  /  Sri Sumi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - DN Aidit (depan) pada 1958. (Wikicommon/Rudi Ulmer)

Solopos.com, SOLO — Anda pasti sering mendengar nama Dipa Nusantara Aidit atau yang dikenal sebagai D. N. Aidit ketika membahas peristiwa G30S/PKI. Nah kali ini Solopos.com akan mengulas tentang profil DN Aidit.

Profil DN Aidit dimulai dari jabatannya sebagai Ketua Central Committee Partai Komunis Indonesia (PKI). DN Aidit lahir di Belitung, 30 Juli tahun 1923. Dia memiliki nama kecil Achmad Aidit.

Advertisement

Sebagaimana dilansir dari perpusnas.go.id, Rabu (28/9/2022), DN Aidit lahir dari keluarga terpandang. Ayahnya, Abdullah Aidit, merupakan tokoh yang memimpin gerakan pemuda di Belitung untuk melawan kekuasaan kolonial Belanda.

Abdullah Aidit juga pernah menjabat sebagai anggota DPR (sementara) perwakilan rakyat Belitung. Selain itu dia juga pendiri organisasi keagamaan Nurul Islam yang memiliki orientasi pada Muhammadiyah.

Pada tahun 1940, Aidit merantau meninggalkan Belitung ke Jakarta dan mendirikan Perpustakaan Antara di bilangan Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Ia juga bergabung dalam sebuah Sekolah Dagang (Handelsschool).

Advertisement

Baca Juga : Kleco dan Sambeng Solo, Saksi Penangkapan Bos PKI DN Aidit

Di Jakarta, Aidit belajar mengenai teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda yang berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia.

Ditengok dari kanal YouTube Data Fakta mengulas profil DN Aidit saat menjadi komisi penerjemah PKI di tahun 1948. Berkatnya, Aidit jadi banyak mengenal tokoh penting politik di Indonesia, seperti Adam Malik, Chairul Saleh, Moh. Yamin, Moh. Hatta, sampai Presiden RI kala itu, Soekarno.

Siswa Kesayangan Moh. Hatta

Aidit terbilang dekat dengan Hatta. Bahkan Hatta menjadikannya siswa kesayangan dan menaruh kepercayaan padanya. Akan tetapi ideologi politik mereka berbeda.

Advertisement

Kendati dirinya menganut ajaran Marxis dan tergabung sebagai anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit tetap berpegang pada paham Marhaenisme dari Presiden Sukarno.

Sehingga meskipun Hatta tak sejalan, Soekarno membiarkan PKI berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk mengambil alih kekuasaan. Sebagai bentuk dukungannya kepada Presiden Soekarno, Aidit berhasil menempati posisi Sekretaris Jenderal PKI bahkan menjadi Ketua.

Baca Juga : Ini Jejak Persembunyian DN Aidit di Kota Semarang

Di bawah kepemimpinan Aidit, Partai Komunis Indonesia sukses menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat China. Dari situlah Aidit mengembangkan berbagai jenis program yang ditujuakan kepada masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia, serta Lekra.

Advertisement
Salah satu contoh karya Puisi D.N. Aidit yang ditujukan kepada Pahlawan Tani di Boyolali (usd.ac.id)

Dalam kampanye Pemilu di tahun 1955, Aidit bersama Partai Komunis Indonesia berhasil memenangkan hati rakyat dan memperolah banyak pengikut. Hal tersebut karena sejumlah program yang ia buat dianggap prorakyat kecil.

Kala itu PKI memperoleh suara sebesar 16,36%, mendapatkan 39 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan 80 kursi konstituante. Menahun berkiprah dalam dunia politik di Indonesia, PKI menjadi penengah dan pengimbang unsur-unsur konservatif yang ada di antara partai politik Islam dan militer.

Hingga pada tahun 1965, PKI sukses menjadi partai politik yang paling besar di Indonesia. Kesuksesan tersebut membuat PKI menjadi semakin berani dalam menunjukkan kekuasaan.

Sosok Seniman

Masih dilansir dari Data Fakta, pada masa itu diceritakan PKI dan militer berebut kekuasaan. Kedekatan Aidit dengan Presiden Soekarno membuat barisan tentara tak bisa tinggal diam. Pada 30 September 1965 malam, sejumlah prajurit di bawah kepemimpinan Letkol Untung melancarkan aksi penculikan kepada beberapa jenderal yang dianggap akan melakukan kudeta.

Advertisement

Baca Juga : Ini Sosok Jenderal yang Diculik PKI, Salah Satunya Lahir di Sragen

Usai peristiwa tersebut Presiden Soekarno mengutus Soeharto untuk melakukan penertiban dan pengamanan. Aidit tak luput dari pencarian. Dalam pelariannya Aidit sempat bersembunyi di Sambeng, Solo, pada 21 November 1965.

Akan tetapi ada banyak versi dari kematian Aidit. Pertama, Aidit dikabarkan tertangkap dan dibawa oleh sekelompok pasukan menuju ke Boyolali. Dia dibawa ke sebuah sumur dan diminta berdiri di sana. Versi lain mengatakan bahwa Aidit berada di dalam rumah tempatnya ditahan dan diledakkan sehingga jenazahnya tak ditemukan.

Dalam majalah Senakatha terbitan ABRI dituliskan bahwa Aidit ditemukan bersembunyi di dalam lemari kala itu. Ia menggunakan sisa waktunya sebelum dieksekusi untuk menyampaikan pidato yang isinya memancing kemarahan tentara. Sehingga Kol. Jasir Hadibroto menembak Aidit di tengah pidatonya.

Mengutip dari Jurnal Ilmiah Kebudayaan berjudul D. N. Aidit, Sastra, dan Geliat Zamannya karya Yoseph Yapi Taum memang diceritakan bahwa D. N. Aidit lebih dikenal sebagai seorang penjahat. Terlebih, penggambarannya dalam film Pengkhianatan G30S/PKI, sosok Aidit benar-benar dianggap sebagai sosok yang penuh tipu muslihat.

Tak banyak diketahui profil DN Aidit sebagai sosok seniman. Ia menulis banyak gagasan sosial dan budaya yang dipublikasikan dalam bentuk buku. Aidit juga menerbitkan karya berupa puisi.

Advertisement

Baca Juga : Menengok Gedung Sarekat Islam di Semarang yang Didirikan Tokoh Pendiri PKI

DN Aidit juga dikenal sebagai penyair pada Lembaga Kebudajaan Rakjat atau Lekra yang didirikan sendiri olehnya bersama beberapa tokoh lain pada 17 Agustus 1950. Kehadiran Lekra bertujuan menghimpun kegiatan penulis, seniman, dan pelaku kebudayaan lain.

Beberapa karya puisi DN Aidit disebut-sebut menyentuh perasaan. Selain menjadi media menyampaikan visi dan misi politik, puisi yang dibuat oleh Aidit juga mengandung elemen estetis kemanusiaan.

Advertisement
Kata Kunci : Pki G30S/PKI DN Aidit
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif