News
Kamis, 11 Mei 2023 - 16:30 WIB

Produksi Pupuk Organik dari Kotoran Sapi, Ini Inovasi WMPP ke Depan

Bayu Jatmiko Adi  /  Bc  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Istimewa Proses produksi pupuk organik di PT Pasir Tengah, anak usaha PT Widodo Makmur Perkasa Tbk. (WMP). Perusahaan peternakan sapi terpadu itu mengolah dan memanfaatkan kembali kotoran sapi menjadi pupuk organik yang kaya manfaat.

Solopos.com, SOLO — Berbagai inovasi pengembangan pupuk organik akan terus dilakukan PT Widodo Makmur Perkasa Tbk (WMPP) melalui anak perusahaannya di bidang Cattle Livestock, PT Pasir Tengah. Salah satu inovasi tersebut adalah menyediakan pupuk dengan kadar air rendah.

Supervisor Waste Processing and Fertilizer Development Management PT Pasir Tengah, Tri Doni Saputra mengakui, untuk saat ini pupuk organik Perusahaan masih memiliki tingkat kadar air di atas 20%. Namun, ke depan diupayakan dapat terus ditekan.

Advertisement

“Salah satu masukan dari mitrapetani kami yang menggunakan pupuk organik adalah kadar air.Untuk menurunkan kadar airpupuk yang cukup signifikan memang salah satu tantangan kami,” kata dia.

Ia menyebut untuk proses pengeringan pupuk, dibutuhkan lahan yang cukup dan perlu dilakukan bertahap. Untuk itu, salah satu yang dibutuhkan adalah perlunya investasifasilitas Gudang produksi dengan lahan yang cukup luas dan memadai.

“Kami terus berusaha menambah area penimbunan bahan baku dan fasilitas gudang untuk menurunkan kadar air. Tanpa tambahan gudang tersebut, mungkin kadar airnya akan jauh lebih tinggi,” lanjut dia.

Advertisement

Selain investasi lahan,Perusahaan juga melakukan investasi alat untuk mendukung penurunan kadar air pupuk.

Di sisi lain, pihaknya juga terus berupaya memberikan yang terbaik kepada konsumen melalui diversifikasi kemasan sesuai kebutuhan. Saat ini, Perusahaan menyediakan pupuk dengan kemasan 50 kg. Namun persoalannya, tidak semua konsumen memiliki tempat yang cukup untuk menampung pupuk-pupuk tersebut serta adanya kesulitan dalam memobilisasi pupuk ke area kebun.

“Namun jika nanti ada diversifikasi [kemasan] produk di 25 kg, akan lebih mudah. Itu akan menjadi pertimbangan kami. Memang dengan bobot 25 kg itu akan memudahkan customer dalam mobilisasi. Namun nanti dari sisi produksiakan ada biaya tambahan. Jadi butuh proses,” kata dia.

Advertisement

Hal ini juga diungkapkan oleh salah satumitrapetani durian dari Cibubur, Henricus Samodra. Menurutnya dengan berat pupuk per karungnya sekitar 50 kg, mungkin masih ringan dilakukan pada kebun seluas 1.000 meter persegi. Namun untuk kebun di atas 10 hektare, hal itu akan sangat memberatkan.

“Dengan harga yang sama saya rasa tidak ada masalah, sebab kita juga akan lebih murah di transportasi pendistribusian di kebun dan sebagainya,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif