News
Rabu, 18 Juni 2014 - 18:00 WIB

PRABOWO VS JOKOWI : "Menjual" Soekarno di Pilpres, Mana yang Lebih Laku?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Prabowo Subianto tampil ala Soekarno (JIBI/Solopos/Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Figur proklamator sekaligus Presiden pertama RI, Ir. Soekarno atau Bung Karno, sering dijadikan sebagai alat kampanye oleh kedua kubu calon presiden (capres) dalam Pilpres 2014 ini. Baik Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi), kedua kubu dianggap sama-sama melakukannya.

Peneliti Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, menilai persaingan berebut Soekarno sangat terasa di Pilpres 2014 ini. Sebab menurutnya, figur Soekarno masih dianggap bisa dijadikan sebagai pendongkrak suara di kalangan masyarakat bawah.

Advertisement

“Soekarno sebagai sebuah komoditas memang ada. Itu wajar karena Soekarno bisa dijual secara elektoral,” kata Burhanudin Muhtadi dalam diskusi bertajuk Soekarno Sebagai Komoditas Politik Pilpres 2014 di Jakarta, Rabu (18/6/2014).

Menurut Burhanuddin, Prabowo dan Jokowi selalu mencoba menghidupkan kembali Soekarno, namun dengan sudut pandang yang berbeda. Saat tampil di publik, kata Burhanuddin, Prabowo selalu mengenakan atribut yang menyerupai Soekarno.

Advertisement

Menurut Burhanuddin, Prabowo dan Jokowi selalu mencoba menghidupkan kembali Soekarno, namun dengan sudut pandang yang berbeda. Saat tampil di publik, kata Burhanuddin, Prabowo selalu mengenakan atribut yang menyerupai Soekarno.

Dia mencontohkan Prabowo selalu mengenakan peci, mengenakan kemeja warna cokelat atau putih seperti milik Soekarno, dan selalu memakai mikrofon model lama ala Soekarno berpidato. “Yang dipermainkan Prabowo adalah persepsi publik. Dia ingin menghidupkan simbol-simbol Soekarno,” sambungnya.

Namun menurutnya ada sebuah kontradiksi saat Prabowo mencoba bergaya seperti Soekarno. Di antaranya adalah latar belakang Prabowo yang sangat dipengaruhi rezim Orde Baru yang menjadi antitesis Orde Lama.

Advertisement

Sementara bagi Jokowi, Burhan menilai mantan Wali Kota Solo ini ingin menghidupkan Soekarno bukan dari sisi simbol atau penampilan, melainkan dari segi pemikiran yang dituangkan dalam visi misinya bersama Jusuf Kalla (JK).

Namun Jokowi dinilai Burhan belum sukses mengaktualisasikan visi misinya yang penuh dengan gagasan Trisakti Soekarno. Di antaranya gaya serta bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat, baik saat kampanye maupun saat debat capres.

“Dia berhasil mengkontekstualisasikan Trisakti Soekarno dalam bahasa yang mudah dimengerti. Tapi dia tidak berhasil mengaktualisasikan dengan bahasa yang mudah dimenengerti publik soal visi misi itu,” paparnya.

Advertisement

Indikator Politik sendiri pernah melakukan survei terkait dengan figur yang dianggap paling memahami ajaran Soekarno pada 28 Februari-10 Maret lalu. Dalam survei tersebut, figur yang dinilai paling memahami dan menjalankan ajaran Soekarno adalah Ketua Umum PDIP yang juga puteri kandung Soekarno, Megawati Soekarnoputri.

Dalam survei berjudul Soekarnoisme di Mata Pemilih itu, sebanyak 24,9% masyarakat menilai Mega paling memahami ajaran Soekarno, sementara Jokowi hanya dipilih oleh 11,5% dan Prabowo 3,2%. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih, jumlah sampel 2.050 responden dengan margin of eror kurang lebih 2,2% pada tingkat kepercaytaan 95%.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif