News
Kamis, 27 September 2012 - 15:18 WIB

PPP Ajukan Enam Poin Perubahan UU Pemilihan Presiden

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (en.wikipedia.org)

Ilustrasi (en.wikipedia.org)

JAKARTA – Polemik mengenai rencana revisi Undang-undang Pemilihan Presiden (UU Pilpres) masih terus berlanjut. Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy mengatakan perlunya revisi terhadap UU Pilpres. Bahkan ia mengutarakan enam poin yang harus diubah dalam UU tersebut.
Advertisement

Poin pertama, ia mengusulkan agar setiap calon presiden (capres) harus sudah pernah mengepalai organisasi dengan jumlah minimal personel tertentu ataupun mengelola aset senilai jumlah minimal tertentu, baik organisasi negara (kementerian/lembaga) atau swasta. “Ini dibutuhkan karena presiden akan memimpin hampir empat juta PNS, lebih dari Rp 3 ribu triliun aset negara, dan hampir 400 ribu anggota TNI dan Polri,” katanya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/9/2012).

Kedua, Presidential Threshold (PT) harus diturunkan dari 20 persen perolehan kursi parlemen menjadi 3,5 persen atau sama dengan Parliamentary Thereshold. “Indonesia sekarang lagi krisis pemimpin. Tahun 2014 SBY sudah berakhir. Parpol harus legowo untuk memudahkan pencalonan, termasuk menurunkan Presidential Threshold. SBY dulu muncul tahun 2004 karena presidential threshold hanya 4 persen, situasi 2014 kurang lebih sama,” kata ketua Komisi IV DPR ini.

Ketiga, cara memilih bukan lagi mencontreng atau memberi tanda, tapi harus memilih. Selanjutnya keempat, Pileg dan Pilpres harus dilakukan serentak. “Dengan menggunakan hasil perolehan suara dan kepesertaan pemilu 2009, maka Pileg dan Pilpres bisa digelar serentak pada 2014,” katanya.

Advertisement

Kelima, pola rekrutmen capres di setiap internal parpol harus dipastikan terbuka dan memberi kesempatan kepada seluruh anak bangsa. Terakhir, kampanye yang dilakukan di luar masa kampanye harus diatur.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua menyatakan soal presidential threshold tidak perlu diubah dalam revisi UU Pilpres. “Hal yang substantif, sistem, anggaran dan cara mungkin bisa diubah, tetapi kalau threshold habisin waktu itu, sudah nggak usah diubah-ubah lagi,” kata Max di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/9).

Saat ditanya apakah perlu menaikkan batas suara parpol yang berhak mencalonkan presiden, hal itu masih akan dibahas. “Tidak semua opini kita akomodasi, tanyakan saja pada pansusnya pertimbangan apa jadi jangan sampai ada sepihak karena merasa kurang merasa dirinya mengubah,” pungkasnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif