News
Sabtu, 24 Februari 2024 - 14:36 WIB

Polisi Diminta Cermat Bedakan Bullying dan Ragging

Newswire  /  Astrid Prihatini WD  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi bullying. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA-Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut pihak kepolisian patut bisa membedakan antara tindakan bullying dan ragging seperti dalam kasus perundungan yang menyeret anak artis Vincent Rompies.

“Kekerasan siswa terhadap siswa lain tidak mutlak berupa bullying. Polisi patut mencermati secara spesifik, mana bullying dan mana ragging,” kata Reza dikutip dari Antara pada Sabtu (24/2/2024).

Advertisement

Menurut Reza, belum banyak masyarakat maupun lembaga negara yang akrab dengan istilah ragging. Jika bullying diterjemahkan sebagai perundungan, maka ragging belum ada sinonimnya dalam bahasa Indonesia.

Namun, kata dia, bullying dan ragging sama-sama tindak kekerasan. Keduanya Sama-sama perilaku yang tidak baik.

Advertisement

Namun, kata dia, bullying dan ragging sama-sama tindak kekerasan. Keduanya Sama-sama perilaku yang tidak baik.

Reza menjelaskan ragging adalah tindakan seorang anak atau siapapun dengan sengaja mendekati geng yang dikenal urakan agar bisa bergabung ke dalamnya. Dan orang tersebut, atau anak tersebut tahu bahwa setiap anggota baru akan dikenai perlakuan tidak senonoh dan serbaneka kekerasan.

Lantas, kata dia, bergabunglah anak atau seseorang tadi ke dalam geng tersebut dan menjalani ritual atau seremoni kekerasan yang memang merupakan identitas atau budaya geng itu.

Advertisement

Dalam bullying, lanjut dia, dikotomi pelaku dan korban sangat jelas. Sedangkan dalam ragging, relasi antar anak atau seseorang tadi tidak lagi hitam putih. Apalagi jika si anggota baru bertahan dalam geng tersebut, maka ia pun sesungguhnya bukan korban.

Mindset-nya adalah ia secara sengaja melalui ‘masa belajar’ untuk kelak menjadi pelaku kekerasan pula,” ujarnya.

Bahkan betapa pun si anggota baru babak belur, tetap saja anak atau seseorang tadi awalnya bukan korban bullying. Kecuali andai saat dipukuli si anggota baru itu merasa sakit, tak sanggup bertahan, ingin berhenti, apalagi jika ia minta agar tak lagi digebuki, namun anggota-anggota lama terus menghujaninya dengan pukulan, maka pada saat itulah ragging berubah menjadi penganiayaan.

Advertisement

Reza menambahkan, baik bullying dan ragging, keduanya memang harus disetop. Namun dengan mengidentifikasi secara akurat apakah kejadian yang polisi tangani sesungguhnya merupakan bullying atau ragging, proses penegakan hukum akan berjalan tepat sasaran.

“Demikian pun masyarakat akan bisa menakar sebesar apa simpati perlu diberikan,” kata Reza.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif