News
Sabtu, 11 Oktober 2014 - 10:35 WIB

POLEMIK UU PILKADA : Keluarkan Perppu Pilkada, SBY dinilai Tidak konsisten

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga mengenakan topeng Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menggelar aksi di car free day (CFD) Jl. Slamet Riyadi, Solo, Minggu (28/9/2014). Aksi tersebut merupakan kritik terhadap SBY serta keputusan walk out Partai Demokrat pada rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada. (Ardhiansyah IK/JIBI/Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Pengajuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terhadap UU Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) menunjukkan inkonsistensi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Baca: SBY Lempar Bola Panas ke Jokowi.

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, mengatakan secara materil Presiden SBY telah menyetujui yang ditandai tidak adanya sanggahan ataupun penolakan pemerintah. Pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat paripurna pengesahan UU tersebut di DPR juga tidak memberikan reaksi.

Advertisement

Namun kemudian, imbuhnya, Presiden SBY justru mengeluarkan Perppu Pilkada. “Ini menunjukkan inkonsistensi Presiden,” katanya, Sabtu (11/10/2014). Semestinya, jika Presiden tidak menyetujui UU tersebut dapat disampaikan sejak awal yakni saat paripurna di DPR.

Kritik serupa juga pernah disampaikan politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Menurutnya, langkah Presiden SBY mengajukan Perppu Pilkada akan memicu konflik konstitusional antara lembaga kepresidenan dengan DPR.

Menurutnya, sesuai undang-undang, sebenarnya presiden memiliki hak untuk mencabut kembali sebuah rancangan undang-undang (RUU) kalau produk legislasi itu belum dibahas. Dengan demikian seorang presiden tidak bisa membuat kembali sebuah Undang-undang Pilkada.

Advertisement

“Kesimpulannya, apapun skenarionya, maka akan terjadi konflik konstitusional antara Presiden versus DPR,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (3/10/2014). “Di luar itu, tidak tertutup kemunginkan akan timbul konflik konstitusional antara DPR dan Pemerintah yang dapat memicu impeachment,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif