News
Jumat, 3 Maret 2023 - 06:08 WIB

PN Jakpus Bikin Gaduh Putuskan Pemilu Ditunda, Mahfud Md: Sensasi Berlebihan

Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Menkopolhukam Mahfud Md (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Kegaduhan yang dipicu putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar Pemilu 2024 ditunda disayangkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.

Mahfud Md. menyebut PN Jakpus membuat sensasi berlebihan.

Advertisement

Dalam unggahan di Instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Menkopolhukam menyebut hakim PN tidak punya wewenang mengadili sengketa pemilu.

Mahfud Md. meminta KPU banding dan melawan habis-habisan putusan nyeleneh dari PN Jakpus tersebut.

Berikut unggahan lengkap Mahfud Md. di akun Instagramnya, seperti dikutip Solopos.com, Jumat (3/3/2023):

Advertisement

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar.

Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum.
Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut. Alasan hukumnya begini:

1. Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.

Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya.
Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu.

Advertisement

2. Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.

Misalnya, di daerah yg sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu.

3. Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU.

4- Penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan.. (lanjut kolom komentar).

Advertisement

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menunda Pemilu 2024 merupakan hal yang keliru.

Yusril menjelaskan gugatan Partai Prima yang tidak lolos sebagai peserta Pemilu adalah gugatan perdata.

Gugatan ini terkait dengan perbuatan melawan hukum biasa dan bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

Dalam gugatan perdata, kata Yusril, yang bersengketa adalah penggugat (Prima) dengan tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain.

Advertisement

Putusan dalam sengketa perdata hanya mengikat penggugat dan tergugat saja.

“Tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes. Saya berpendapat majelis hakim keliru membuat putusan dalam perkara ini,” kata Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Kamis (2/3/2023), seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Yusril menekankan putusan PN Jakpus berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung (MA).

Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).

Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, lanjut dia, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat, tidak mengikat partai-partai lain, baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Jika majelis hakim berpendapat gugatan Prima beralasan hukum, menurut Yusril, KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Prima tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan pemilu.

Advertisement

Gugatan itu, lanjut dia, sebenarnya lebih pada sengketa administrasi pemilu, bukan perbuatan melawan hukum.

Penyelesaian sengketa administrasi seharusnya di Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

“Majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan no atau gugatan tidak dapat diterima karena pengadilan negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut,” jelas Yusril.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif