News
Senin, 7 Juli 2014 - 17:10 WIB

PILPRES 2014 : Ini Cerita Lain Versi Panitia Soal Ricuh Pilpres di Hong Kong

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aksi Protes BMI di Hong Kong (feranuraini.com)

Solopos.com, JAKARTA — Banyaknya warga negara Indonesia (WNI) di Hong Kong yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada pencoblosan Pilpres 2014 di Victoria Park, Minggu (6/7/2014), menuai protes. Namun Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) menganggap ricuh itu muncul hanya karena terbentur teknis pencoblosan.

Menurut Ketua Pokja PPLN, Wahid Supriyadi, pihaknya sudah berkali-kali mengingatkan kepada seluruh WNI di Hong Kong yang akan melakukan pencoblosan untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya, yakni hingga pukul 17.00 waktu setempat.

Advertisement

Namun, karena imbauan tersebut tidak diindahkan oleh WNI di Hongkong, akibatnya mereka tidak dapat menggunakan hak pilihnya, karena datang ke Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) melebihi waktu yang telah ditetapkan. “Mereka [WNI] datang setelah TPS ditutup,” tutur Wahid di Jakarta, Senin (7/7/2014).

Wahid menambahkan pihaknya telah menyediakan 13 buah TPSLN untuk digunakan oleh sekitar 25.000 WNI. Namun, jumlah WNI yang datang cukup banyak dan melebihi kapasitas. Selain itu, Wahid sendiri menegaskan bahwa pihaknya akan selalu netral pada pilpres kali ini. “Kami tegaskan bahwa PPLN bukan perwakilan, posisinya netral,” tukasnya.

Sementara itu, di media sosial beredar klarifikasi dari seseorang yang mengaku sebagai petugas KPPSLN Hong Kong. Perempuan bernama Dhieny Megawati itu menuliskan penjelasannya yang dibagikan melalui akun Facebook.

Advertisement

“Jam 9.00 kami sudah kebanjiran para pemilih dan itu berlangsung tanpa jeda sedikitpun hingga pukul 17.30. TPS kami melayani hampir 1800 pemilih. Bila dalam pemilu legislatif lalu satu TPS hanya berkisar 400-600 pemilih, kali ini setiap TPS rata-rata 1400- 1800 pemilih dengan jumlah petugas 7 orang di setiap TPS. Ada 13 TPS di HK dan 2 TPS di Macau,” tulis Dhieny Megawati.

Menurut pengakuannya, di TPS-nya, ribuan WNI yang akan mencoblos tersebut hanya dilayani petugas dengan jumlah yang sangat terbatas. Dia mengaku harus melakukan pekerjaan melayani 1.800 orang tanpa henti. Perihal TPS di Victoria Park yang harus ditutup pada pukul 17.00 waktu setempat, Dhieny juga memberi penjelasan. Menurutnya, proses mendapatkan izin dari pemerintah Hong Kong untuk menyelenggarakan coblosan bukan perkara mudah.

“Pukul 16.00, semakin sering petugas melalui pengeras suara mengingatkan bahwa TPS akan di tutup jam 17.00, berharap agar teman-teman segera datang dan antri. Hong Kong adalah negara yang super ketat, mungkin tidak banyak yang tahu ketika kami sering di datangi petugas Victoria park, Polisi dan security yang daoso atau warning,” tulisnya.

Advertisement

Versi Dhieny, ricuh di Victoria Park diawali munculnya puluhan orang yang datang setelah TPS ditutup. Menurutnya, saat itu petugas TPS sedang menyelesaikan laporan dan sudah memastikan tak ada lagi orang yang datang.

“Ketika kami sedang berberes menyelesaikan laporan itulah datang dari arah timur segerombolan mbak-mbak yang mengacung-acungkan tangan, jumlahnya sekitar 50-70an orang awalnya.”

Menurut Dhieny, kejadian ini baru muncul 30 menit setelah TPS ditutup. Dia juga membantah jumlah mereka mencapai ribuan orang, namun hanya ratusan. “Semakin lama, semakin banyak yang berdatangan dengan meneriakkan yel-yel capres tertentu. Jumlahnya saya yakini tidak seperti di berita-berita sampai ribuan, awalnya hanya beberapa puluh dan kemudian semakin banyak sekitar 100- 200 an orang.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif