SOLOPOS.COM - Pendukung Pilkada langsung berunjuk rasa di Gedung Parlemen, Kamis (11/9/2014). (JIBI/Solopos/Antara/Ismar Patrizki)
Solopos.com, JAKARTA — Keputusan untuk menetapkan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD dan menggusur pilkada langsung sebagai efisiensi biaya merupakan alasan sumir untuk melegitimasi keberpihakan pada politik transaksional.
Pengamat politik Univesitas Gadjah Mada (UGM), Purwo Santoso, mengatakan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) pilkada dengan opsi pilkada lewat DPRD tidak akan mengatasi persoalan efisiensi biaya.
“Efisiensi itu hanya alasan sumir yang semu. Kalau mau efisiensi hapus saja KPU sekalian, buat tempat alakadarnya, standar transparansi jadi tidak penting. Semua ada risiko,” ujar Purwo Santoso berandai saat dihubungi Bisnis/JIBI, Sabtu (27/9/2014).
Di sisi lain, pemilihan kepada daerah melalui DPRD hanya akan memindahkan lokasi transaksi politik dari semula ke masyarakat luas menjadi ke sekelompok oknum dewan. Jadi bisa dianggap berusaha mengefisiensi biaya transaksi, bukan hanya biaya penyelenggaraan.
Terlebih, bagi daerah-daerah yang memiliki banyak sumber daya alam. Polanya, pengusaha ingin memastikan orang yang berkuasa di daerahnya bisa dikendalikan agar tidak menghambat bisnisnya.
Dengan pemilihan tak langsung, kepentingan orang yang membeli kekuasaan justru akan dipermudah dengan campur tangan segelintir wakil rakyat. Sebaliknya, jika pemilihan dilakukan secara langsung, pemilik modal akan sulit melakukan pemetaan dengan adanya keterlibatan masyarakat luas.
Dari sisi penguasa, kepala daerah yang terpilih sulit berkutik karena pengendalian lebih terkonsentrasi pada sejumlah orang dalam pilkada lewat DPRD. “Kepala daerah hanya menjadi boneka pelaku transaksional itu.”