News
Rabu, 27 Juni 2012 - 19:21 WIB

PILKADA DKI: Seluruh Pasangan Calon Tak Punya Program Bermutu

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - KAMPANYE -- Warga melintas di sebuah gang di Jakarta dengan latar belakabng sejumlah poster para calon gubernur dan wakil. Semua pasangan calon dinilai tidak memberikan janji program yang realistis dan maju. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

KAMPANYE -- Warga melintas di sebuah gang di Jakarta dengan latar belakabng sejumlah poster para calon gubernur dan wakil. Semua pasangan calon dinilai tidak memberikan janji program yang realistis dan maju. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Kualitas program yang diusung seluruh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dalam pemilihan umum DKI Jakarta dinilai tidak bermutu karena belum menyinggung tiga hal penting yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah di Jakarta.
Advertisement

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsudin Haris dalam diskusi publik Pilkada Jakarta Untuk Siapa? di Jakarta, Rabu (27/6/2012), mengatakan bahwa kualitas pasangan calon belum bisa teruji pada visi misi yang mereka sampaikan. Pertama, sebutnya, belum ada satupun pasangan calon yang berupaya mengevaluasi secara serius tata ruang wilayah.

”Di Jakarta ini sudah menjadi republik mall, seluruh pelosok sudah dipenuhi oleh pusat perbelanjaan. Sebuah ibu kota negara tidak seharusnya menjadi seperti ini, perlu dibatasi. Harus diupayakan bagaiama caranya ruang terbuka hijau mencapi 20%, serta perlu adanya penataan pemukiman secara konsisten,” ungkapnya.

Selain itu, sambungnya, tidak ada satu pasangan calon yang mempunyai komitmen untuk membangun Jakarta sebagai kota metropolitan yang lebih manusiawi dan berbudaya.

Advertisement

Kemudian, Syamsudin menilai belum ada kesungguhan untuk membangun kerja sama yang sinergis dengan kota-kota di sekeliling Jakarta (Bogor, Depok, Bekasi, Tanggerang). Menurutnya, tidak mungkin membangun sebuah kota dengan penduduk lebih dari 10 juta jiwa, tanpa mengandalkan kota-kota di sekitarnya. Ia mengatakan bahwa gubernur yang ada selama ini begitu kompromistis kepada kepentingan modal, sehingga sulit untuk berpihak kepada masyarakat. Terlebih lagi, tingkat popularitas dan elektabilitas bisa dimanipulasi.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Econit Advisory Group, Hendri Saparini mengungkapkan bahwa masyarakat tidak bisa berharap terlalu besar selama pemerintah belum mampu menerjemahkan dengan tepat siapa yang akan mereka pimpin. ”Sasarannya jangan hanya ditujukan kepada pengusaha atau masyarakat miskin semata, tapi perlu juga dilihat bagaimana masyarakat yang mendekati miskin yang juga kesulitan mengakses pelayanan dasar,” ungkapnya.

Terlebih lagi, ia mengungkapkan bahwa batas kemiskinan diperlihatkan pada jumlah pendapatan Rp355.000 per orang setiap bulan atau terdata 3,4% dari penduduk Jakarta adalah masyarakat miskin. Padahal banyak pula masyarakat DKI Jakarta, sambungnya, yang berpenghasilan tidak di bawah angka tersebut dengan tingkat kesulitan hidup yang tinggi.

Advertisement

Ditambah lagi kenyataan bahwa hanya 18% penduduk DKI Jakarta yang mengeyam pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi. Menurutnya, setiap pasangan calon yang mendengung-dengungkan keberadaan Jakarta sebagai kota modern, perlu kembali melihat bagaimana daya dukung SDM yang belum sesuai.

Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban Studies menyampaikan bahwa porses pilkada harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya mengenai pasangan calon. Ia meminta kepada masing-masing pasangan calon untuk bisa menggerakkan kemampuan masyarakat agar bisa terlibat dalam gerakan-gerakan perubahan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif