News
Selasa, 9 November 2021 - 12:48 WIB

Pertama di Jateng, Candirejo di Ngawen Klaten Jadi Desa Sensor Mandiri

Ponco Suseno  /  Muh Khodiq Duhri  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah peserta saat mengikuti Sosialisasi Pedoman dan Petunjuk Teknis Desa Sensor di Candirejo, Kecamatan Ngawen, Selaaa (9/11/2021). Melalui desa sensor mandiri, diharapkan dapat mencegah tontotan yang berpotensi memberikan dampak negatif di masyarakat. (Solopos.com/Ponco Suseno)

Solopos.com, KLATEN – Desa Candirejo, Kecamatan Ngawen, Klaten, terpilih menjadi desa sensor mandiri, Selasa (9/11/2021). Melalui pencanangan tersebut, diharapkan warga di Desa Candirejo dapat mencegah tontotan film yang dapat memberikan dampak negatif.

Berdasarkan pantauan Solopos.com, warga Desa Candirejo, Kecamatan Ngawen memperoleh petunjuk teknis desa sensor mandiri di desa setempat, Selasa (9/11/2021). Sosialisasi yang ditujukan guna mencegah dampak negatif dari adanya tontonan film tersebut dilakukan langsung para ahli sensor film dari Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia (RI).

Advertisement

Kegiatan bertajuk Sosialisasi Pedoman dan Petunjuk Teknis Desa Sensor itu diikuti puluhan warga Candirejo. Turut hadir dalam kesempatan itu, Wakil Ketua LSF RI, Ervan Ismail; Kepala Desa (Kades) Candirejo, Kecamatan Ngawen, Farah Dedy Setiawan; Camat Ngawen, Anna Fajria Hidayati.

Baca Juga: Bawa Rp650 Miliar, Tim Pembebasan Tol Solo-Jogja Datangi Ngawen Klaten

Advertisement

Baca Juga: Bawa Rp650 Miliar, Tim Pembebasan Tol Solo-Jogja Datangi Ngawen Klaten

Dalam acara itu hadir tiga pembicara utama. Masing-masing, Ketua Komisi II LSF RI, Ahmad Yani Basuki; Ketua Komisi III LSF RI, Naswardi; Dewan Kesenian Jateng dan Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jateng, Eko Pujiatmo. Lantaran masih berlangsung PPKM Level 2, seluruh peserta diwajibkan menaati protokol kesehatan (prokes) karena masih berlangsung pandemi Covid-19.

Wakil Ketua LSF RI, Ervan Ismail, mengatakan lembaga yang dipimpinnya merupakan sebuah lembaga negara yg dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU). Tugas utama lembaga ini adalah menyensor film dan tayangan di televisi/bioskop. Di samping itu juga menyosialisasikan dampak negatif film ke tingkat rumah dan keluarga hingga kawasan perdesaan.

Advertisement

Baca Juga: Nyaris Dirampok, Karyawan Konter Pulsa di Ngawen Klaten Ndredeg Ditodong Pistol

“Tontotan yang baik, yang layak, yang benar, tidak mengandung kekerasan, tidak mengandung pornografi, tidak mengandung pertentangan antarkita menjadi tantangan ke depan,” katanya.

Kades Candirejo, Kecamatan Ngawen, Farah Dedy Setiawan, mengatakan jumlah peserta yang diundang di acara kali ini mencapai 50 orang. Sementara, jumlah penduduk di desanya mencapai kurang lebih mencapai 5.000 jiwa.

Advertisement

“Saya berharap yang diundang kali ini bisa menjadi virus setelahnya. Semua informasi yang diperoleh bisa ditularkan ke yang lainnya. Hal itu terutama dalam rangka mendampingi anak-anak yang rawan dari tontonan televisi. Tak hanya itu, adanya tontotan di android [via media sosial/medsos] yang justru berbahaya. Perlu dilakukan pembatasan-pembatasan dengan unsur kehati-hatian,” kata Farah Dedy Setiawan.

Baca Juga: Korsleting Picu Kebakaran Rumah di Ngawen Klaten

Hal senada dijelaskan Camat Ngawen, Anna Fajria Hidayati. Diharapkan para peserta dapat menambah pengetahuan tentang sensor film.
“Apa yang disampaikan di kesempatan ini dapat diterapkan di keluarganya masing-masing. Ini jadi satu-satunya desa di Jateng [dicanangkan sebagai desa sensor mandiri],” katanya.

Advertisement

Salah seorang pembicara, yakni Ahmad Yani Basuki, mengatakan film dapat memberikan dampak positif dan negatif. Keberadaan LSF RI diberi amanat oleh negara guna melindungi masyarakat dari dampak negatif dari sebuah film.

“Film sangat penting karena bisa mempertahankan budaya dan bisa mendidik,” katanya.
Ketua Komisi III Lembaga Sensor Film RI, Naswardi, mengatakan sejauh ini LSF RI telah mencanangkan desa sensor mandiri di Ciamis (Jabar), Madiun (Jatim), dan Candirejo (Jateng).

Baca Juga: Warga Ngawen Klaten Tetap Dilarang Gelar Hajatan dengan Prasmanan

“Yang diinginkan [dari sensor desa mandiri], yakni nilai-nilai budaya mandiri dengan memilah dan memilih tontotan di tingkat keluarga, tokoh masyarakat (tomas), dan lainnya. Sehingga potensi anak-anak terpapar konten yang tak sehat dapat diminimalisir,” kata Naswardi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif