News
Minggu, 5 Mei 2013 - 18:04 WIB

PERSAINGAN PENERBANGAN : YLKI Minta Pemerintah Batasi Izin Maskapai Baru

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Alby Albahi)

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Alby Albahi)

JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia merekomendasikan kepada pemerintah sebaiknya membatasi izin pendirian perusahaan penerbangan baru terkait ketatnya persaingan usaha yang akan berdampak pada layanan penumpang.
Advertisement

Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan Kementerian Perhubungan harus menentukan jumlah operator penerbangan agar terjaga persaingan sehat. “Orang Indonesia sensitif terhadap harga. Bisa jadi jumlah maskapai terlalu banyak, sehingga terjadi kanibalistik, persaingan tidak sehat, ambil pilot, iklan tarif murah, harga jor-joran, sehingga tidak hanya menjadikan keluhan lebih tinggi bahkan korban masyarakat lebih besar,” kata Tulus, Minggu (5/5/2013).

Dia menambahkan untuk mengantisipasi persaingan tidak sehat ini, ada baiknya Kementerian Perhubungan membatasi jumlah operator penerbangan. “Saya kira tumbangnya Mandala Airlines sebelum diambil alih Tiger, Batavia Air, ini dampak persaingan yang sangat sengit, untung Batavia tidak celaka. Tetapi tidak kuat juga dalam hal keuangan. Ini pelajaran maskapai lain dan pemerintah untuk evaluasi komprehensif.”

Tulus mengatakan Kemenhub jangan hanya melakukan pre market control yakni hanya memberikan izin pendirian, tetapi tidak mengawasi kinerja, performance maskapai. Ketika operator mengajukan ekspansi rute, tambah pesawat, harus disesuaikan dengan modalnya.

Advertisement

Dia pun menyebutkan banyak pengaduan masyarakat yang masuk ke YLKI terkait layanan ke pesawat udara. Sepanjang 2012, terdapat 36 pengaduan terhadap enam maskapai penerbangan Tanah Air. Pengaduan terbanyak ditujukan kepada maskapai Lion Air yakni 19 pengaduan, sisanya Mandala (5), Garuda/Citilink (4), AirAsia Indonesia (3), Batavia Air dan Sriwijaya masing-masing (2).

“Pengaduan terbanyak itu seputar tidak bisa cek in, atau ditolak cek in, keberangkatan digagalkan, penutupan rute penerbangan, keterlambatan pesawat atau delay, bagasi hilang, layanan petugas/tiket, dan lainnya,” tutur Tulus.

Pengaduan-pengaduan ini, ucapnya, berasal dari penumpang yang dibuktikan dengan tiket dan identitas diri. Kalau tidak ada bukti tersebut, misalnya hanya melalui keluhan di media social seperti twiter, jumlahnya bisa lebih tinggi, tetapi tidak bisa ditindaklanjuti YLKI.

Advertisement

Kepala Biro Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Israful Hayat mengatakan pemerintah tidak akan membatasi jumlah perusahaan penerbangan di Tanah Air meski persaingan usaha semakin ketat. “Kalau dibatasi jumlah operator penerbangan, takut melanggar Undang-undang, regulasinya diketatkan lagi saja seperti memperketat entry barrier, syarat pendirian perusahaan penerbangan baru,” tuturnya.

VP Marketing dan Communication Citilink Indonesia Aristo Kristandyo mengatakan soal jumlah operator penerbangan, meskipun pasar di Indonesia terus bertimbuh, tetapi dalam 3-4 tahun ke depan, diperkirakan banyak perusahaan penerbangan dengan layanan tarif rendah atau low cost carrier (LCC) yang tidak dapat bertahan.

“Di sini memang kontroversinya, pasar bertumbuh, tetapi persaingan sangat ketat. Dari barrier regulasi, tidak akan semua maskapai LCC bisa bertahan,” kata Aristo. Menurutnya, untuk dapat bertahan, pilihannya yakni merger (penggabungan usaha) atau ditutup. Untuk itu, maskapai khususnya yang layanan LCC, harus memperbaiki diri dari sekarang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif