News
Senin, 7 November 2011 - 19:05 WIB

Perlu ada badan penyangga rotan

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - rotan

PROSPEKTIF -- Seorang pengrajin rotan tengah menyelesaikan garapannya di sentra industri rotan di Trangsan, Gatak, Sukoharjo. Dibukanya ekspor rotan mentah sebelum ini telah mengakibatkan ambruknya sentra industri rotan karena kelangkaan bahan baku. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Solo (Solopos.com) – Ketua Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Solo, David R Wijaya, mengingatkan peraturan baru Menteri Perdagangan yang melarang ekspor rotan mentah tak akan berjalan efektif tanpa diimbangi pembentukan lembaga penyangga.
Advertisement

Lembaga ini, terang dia, bertugas membeli semua produksi rotan dari petani. Selanjutnya, lembaga ini pula yang menyalurkan rotan kepada perajin dengan harga yang semestinya dikendalikan. Jika seluruh perajin telah mendapatkan rotan dalam jumlah cukup, baru sisa rotan bisa diekspor.

Tanpa adanya lembaga penyangga, David yakin larangan ekspor hanya akan menimbulkan masalah baru. “Tidak akan berguna kalau tidak ada lembaga penyangga. Tapi, jangan pula dilupakan, lembaga itu tidak boleh dimonopoli, seperti lembaga penyangga komoditas cengkeh di masa lalu,” ujar dia, Senin (7/11/2011).

David berharap larangan ekspor rotan mentah yang dibarengi pembentukan lembaga penyangga akan mendukung pengembangan ekspor rotan yang sempat hancur. Di sisi lain, David menyebut untuk mulai membangun industri rotan dibutuhkan usaha keras, sebab gara-gara industri ini hancur beberapa waktu lalu, kini banyak perajin yang alih profesi. “Tidak ada pesanan, bahan baku mahal, mereka mau kerja apa. Sekarang banyak yang pindah jadi buruh bangunan, atau serabutan lain,” pungkas dia.

Advertisement

Terpisah, data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo menyebut tahun 2008 dan 2009, pelaku usaha rotan Soloraya sama sekali tidak mengekspor rotan. Ekspor rotan baru dimulai kembali 2010, namun dengan volume ekspor yang sangat kecil. Ekspor kerajinan rotan di 2010 hanya 3.121 kilogram (kg) dengan nilai US$4.500, jauh lebih rendah daripada ekspor tahun 2006 dan 2007 silam, sebanyak 50.580 kg dan 15.800 kg.

Sekretaris Disperindag Solo, Eko Prajudi Nur Ali, mengatakan ditetapkannya larangan ekspor rotan mentah bisa menjadi angin segar bagi industri penghasil kerajinan rotan untuk kembali membangun usahanya yang sempat seret. Meski belum menerima teknis penerapan aturan itu, dia percaya sepanjang diterapkan dengan benar, perajin rotan akan terbantu.

“Ini angin segar bagi perajin rotan. Dengan begitukan bahan produksi kerajinan rotan yang selama ini dikenal mahal, bisa dibeli perajin dengan lebih murah. Produksi mereka akan meningkat, begitu juga ekspornya,” kata Eko yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Perdagangan Disperindag.

Advertisement

Paparan Eko sejalan dengan data Disperindag Solo mengenai ekspor komoditas kerajinan rotan Soloraya di 2011. Hingga semester I/2011, total ekspor kerajinan rotan mencapai angka 2.843 kg senilai US$7.430. Dengan asumsi ekspor semester II/2011 sama seperti kondisi semester I, maka ekspor 2011 dipastikan tumbuh dibandingkan 2010.

tsa

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif