News
Kamis, 10 Desember 2015 - 20:30 WIB

PERLAMBATAN EKONOMI : Paket Kebijakan Ekonomi Berpotensi Munculkan Pelanggaran HAM

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seskab Pramono Anung didampingi sejumlah pejabat pemerintah mengumumkan Paket Kebijakan V, di kantor Presiden, Jakarta, Kamis (22/10/2015) petang. (Setkab.go.id)

Perlambatan ekonomi mendorong pemerintah melakukan deregulasi melalui paket kebijakan ekonomi. Paket ini dinilai berpotensi memunculkan pelangagran HAM.

Solopos.com, JAKARTA — Paket kebijakan ekonomi yang diumumkan pemerintah beberapa waktu belakangan berpotensi memunculkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di sektor ekonomi.

Advertisement

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Indriswati Saptaningrum, mengatakan paket kebijakan ekonomi yang diumumkan pemerintah selama ini lebih mengakomodasi kepentingan bisnis pemilik modal. Kebijakan tersebut juga dikeluarkan tanpa kerangka perlindungan yang memadai bagi masyarakat.

“Pemerintahan Jokowi [Joko Widodo] membiarkan masyarakat bertarung secara terbuka dengan korporasi dalam pengelolaan sumber daya,” katanya di Jakarta, Kamis (10/12/2015).

Indriswati menuturkan kemudahan berusaha di dalam negeri harus diikuti dengan kebijakan yang melindungi masyarakat. Pasalnya, selama ini masyarakat kerap terlibat dalam konflik dengan korporasi terkait lahan dan lingkungan.

Advertisement

Menurutnya, HAM tidak lagi mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Untuk itu, Presiden harus memastikan pelaksanaan seluruh janji yang dimasukkan ke dalam Nawacita. “Presiden harus mengevaluasi kembali kepada perencanaan dan kebijakan yang telah dikeluarkannya, dan mengintegrasikannya dengan prinsip hak asasi,” ujarnya.

Dia menyebutkan saat ini masyarakat menunggu aksi dan kebijakan nyata dari Presiden Jokowi terkait kewajiban negara dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu. Kejaksaan Agung yang selama ini memproses tujuh kasus pelanggatan HAM berat pun harus dievaluasi karena stagnannya proses penyelidikam terhadap kasus itu.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif