News
Senin, 4 Januari 2021 - 09:24 WIB

Perkuat Edukasi Gejala Covid-19 dan Kontak Erat

Cahyadi Kurniawan  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO–Hampir setahun sudah Indonesia mengalami pandemi Covid-19, namun kasus belum menunjukkan tanda-tanda penurunan kurva. Peran masyarakat diperlukan untuk memutus rantai penularan salah satunya memperkuat edukasi gejala dan kontak erat.

Kunci pemutusan rantai penularan itu dilakukan melalui aksi perubahan perilaku. Pola pikir yang mendasarinya adalah mencegah penularan meluas di level hulu. Penanganan pemerintah di hilir berupa penyediaan fasilitas kesehatan untuk pasien bergejala sedang, berat hingga kritis.

Advertisement

“Sepanjang perubahan perilaku menjadi bagian dari etos kerja bisa memutus rantai penularan. Kalau di hulu tidak bisa dikerjakan dengan baik, rumah sakit jadi penuh, beban kerja dokter makin berat,” kata Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid 19 Nasional, Alexander K. Ginting, dalam talkshow virtual yang digelar Satgas Penanganan Covid-19, Rabu (30/12/2020).

Di hilir, pemerintah menggandeng 34 provinsi untuk menanggulangi Covid-19 di daerah masing-masing melibatkan rumah sakit. Pemerintah juga membentuk Satgas Penanganan Covid-19.

Advertisement

Di hilir, pemerintah menggandeng 34 provinsi untuk menanggulangi Covid-19 di daerah masing-masing melibatkan rumah sakit. Pemerintah juga membentuk Satgas Penanganan Covid-19.

Namun, kendala masih ditemui yakni rendahnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Protokol itu meliputi memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan serta mencuci tangan pakai sabun.

“Kepatuhan masih rendah. Perlu peningkatan disiplin dan saling mengingatkan. Masyarakat perlu edukasi gejala dan kontak erat,” kata dia.

Advertisement

Isolasi Mandiri

Gejala dan kontak erat berkaitan dengan tes, telusur dan tindak lanjut atau 3T yang dilakukan pemerintah. Kesadaran akan kontak erat mendorong orang patuh dan melaporkan saat dirinya menjadi kontak erat. Seseorang akan melakukan isolasi mandiri jika tanpa gejala untuk mencegah penularan meluas.

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kemenkes, Rita Rogayah, mengatakan ada 940 rumah sakit rujukan tersedia saat ini. Pemerintah terus menambah ketersediaan tempat tidur dan isolasi untuk mengantisipasi lonjakan kasus akibat libur Natal dan tahun baru.

“Jumlah tempat tidur isolasi ini dari bulan ke bulan bertambah signifikan. Agustus-Oktober penambahan 2.000, 3.000, 5.000, tempat tidur. November ke Desember bertambah 10.000 tempat tidur,” ujar dia.

Advertisement

Rasio keterisian tempat tidur terus meningkat seiring penambahan kasus masih terjadi. Pada awal November 2020, rata-rata keterisian tempat tidur mencapai 42%. Lalu, persentase itu meningkat menjadi 52 persen pada akhir November 2020. Saat ini, rasio keterisian tempat tidur secara umum mencapai 63 persen.

Ia meminta setiap daerah menyediakan tempat isolasi khusus untuk menampung pasien tanpa gejala atau gejala ringan. Sedangkan rumah sakit hanya dipakai untuk pasien dengan gejala sedang, berat hingga kritis.

“Kami harus betul-betul seleksi pasien. Perlu kerja sama dengan Dinkes dan satgas setempat sehingga semua bisa tertangani dengan baik. Rumah sakit harus memberikan pelayanan untuk Covid dan pelayanan Non-Covid. Pelayanan esensial harus tetap diberikan,” ujar Rita.

Advertisement

Tempat isolasi mandiri itu bisa membikin rumah sakit lapangan, memanfaatkan hotel, wisma, dan pusat latihan yang tidak dipakai. Terkait tempat isolasi mandiri ini, setiap daerah menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Sesuaikan kondisi masing2.

Rita meminta masyarakat segera memeriksakan diri saat memiliki keluhan. Masyarakat jangan sampai datang ke rumah sakit saat gejala terlanjur berat. “Kesadaran masyarakat untuk mengetahui gejala sangat penting. Jangan terlambat datang ke fasilitas kesehatan,” pesan dia.

Hapus Stigma, Cegah Penularan Covid-19

Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan dari 512 kabupaten/kota hanya 20,6 persen yang patuh memakai masker dan 16,59 persen disiplin menjaga jarak. Perubahan perilaku menjadi modal utama bagi masyarakat untuk menekan angka Covid-19.

“Kondisi ini, [menunjukkan] kepatuhan [terhadap protokol kesehatan] yang rendah menjadi kontributor peningkatan penularan Covid-19. Kota-kota besar di Jawa juga berkontribusi pada peningkatan kasus positif. Hal ini harus dikendalikan dengan baik,” ujar Wiku.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif