News
Minggu, 13 Desember 2015 - 13:00 WIB

PERKEMBANGAN INDUSTRI : Pemerintah Dinilai Kurang Serius Garap Industri Manufaktur

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Faisal Basri (JIBI/Solopos/Antara)

Perkembangan industri manufaktur dinilai lambat karena pemerintah kurang serius menumbuhkannya.

Solopos.com, SOLO — Pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur di Indonesia lebih lambat jika dibandingkan dengan negara lainnya di kawasan Association of South East Asia Nations (ASEAN).

Advertisement

Padahal industri ini dinilai mampu menyerap tenaga kerja formal paling besar dan menambah kelas menengah lebih banyak. Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan lebih dari satu dasawarsa pertumbuhan sektor industri tidak lebih dari 4%, dibawah produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 4,7%.

“Kurang seriusnya pemerintah menumbuhkan sektor industri manufaktur juga terlihat dari RPJM [rencana pembangunan jangka menengah] mengenai pertumbuhan share industri ini juga sangat kecil, yakni ditargetkan hanya tumbuh 0,8% hingga 2019,” kata Faisal kepada wartawan di Solo, Sabtu (12/12/2015).

Dia mengungkapkan masyarakat Indonesia lebih banyak bekerja di sektor informal sehingga lebih rentan karena tidak memiliki jaminan sosial dan dana pensiun. Hal ini disebabkan minimnya industri manufaktur di Indonesia.

Advertisement

Padahal sektor ini mampu menghasilkan kelas menengah yang tangguh.

Dia mengatakan minimnya investor yang mengembangkan industri manufaktur karena keuntungannya lebih kecil. Paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah dinilai belum akan berdampak langsung pada peningkatan investasi di dalam negeri.

Menurut dia, pemerintah harus melakukan konsolidasi perbankan atau penggabungan bank untuk memperkuat lembaga keuangan. Dia menyebutkan ada 120 bank di Indonesia yang bergerak sendiri sehingga biaya operasional menjadi tinggi.

Advertisement

Dia menyampaikan bank terbesar di Indonesia saat ini, Bank Mandiri hanya menempati posisi 11 di ASEAN, kalah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Namun apabila Bank Mandiri digabung dengan BNI, mampu menempati posisi tujuh.

“Penggabungan bank pemerintah ini sudah biasa dilakukan di berbagai negara, bahkan negara maju. Pemerintah harus melakukan ini [penggabungan bank] kalau ingin suku bunga di Tanah Air rendah,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif