News
Senin, 17 November 2014 - 08:20 WIB

PERINGATAN TSUNAMI : Tsunami Tak Terjadi, Peringatan Dini BNPB dan BMKG Disalahkan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan peringatan dini tsunami sangat penting untuk mereduksi korban jiwa, meskipun kenyataannya bencana itu tidak terjadi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan ketika peringatan dini tsunami ditetapkan, tetapi pada kenyataannya tidak terjadi, tidak sedikit warga menyalahkan sistem karena dianggap hanya menimbulkan kepanikan.

Advertisement

“Mengapa harus ada peringatan dini, hanya bikin panik saja? Tak jarang banyak yang menyalahkan BMKG, BNPB dan BPBD. Tidak mengapa, itu artinya masih mereka selamat dari tsunami,” tuturnya Senin (17/11/2014).

Menurut Sutopo, peringatan dini penting agar petugas bisa melakukan evakuasi sehingga korban jiwa dapat dihindari. Waktu yang tersedia (golden time) untuk evakuasi rata-rata hanya 30 menit setelah gempa bumi. Ini jika sumber gempanya lokal berada di sekitar Indonesia.

Namun, jika gempanya jauh seperti saat tsunami di Sendai Jepang pada 2011, waktunya bisa sekitar 5 jam. Dengan waktu yang hanya 30 menit itu, pasti terjadi kepanikan. Itu berlaku universal. “Kita masih ingat tsunami di Flores pada 1992 menyebabkan 2.150 orang tewas dan hilang,” katanya.

Advertisement

Begitu juga tsunami di Banyuwangi pada 1994 ada 238 orang tewas. Di Biak pada 1996 menyebabkan 60 orang tewas dan 134 orang hilang. Mega tsunami di Aceh pada 2004 menyebabkan 283.000 orang tewas dan hilang, dan di Pangandaran pada 2006 sekitar 600 orang tewas.

“Memang Indonesia rawan tsunami dan ada sekitar 5 juta jiwa penduduk tinggal di daerah rawan sedang dan tinggi dari tsunami,” imbuhnya.

Berdasarkan survai saat gempa 8,5 SR dan tsunami di Aceh lalu pada 2012 rata-rata 79% masyarakat keluar rumah saat gempa dan 21% tetap berada di rumah. Sedangkan 63% tidak mendengar sirine tsunami. Sekitar 75% masyarakat dievakuasi dengan membawa kendaraan sehingga macet, dan 71% masyarakat belum pernah ikut latihan.

Advertisement

Selain itu, infrastruktur peringatan dini tsunami masih terbatas. Dari 4.500 km panjang pantai yang rawan tsunami hanya ada 38 sirine tsunami dari kebutuhan 1.000 sirine. Shelter evakuasi hanya ada sekitar 50 unit dari kebutuhan 2.500 unit.

“Ini adalah fakta tsunami harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pemda guna melindungi masyarakat dari ancaman tsunami,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif