News
Rabu, 3 Juli 2013 - 05:15 WIB

PENYIMPANGAN APBD JATENG : Kerugian Diduga Capai Rp651,261 Miliar!

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi rupiah (Dok/JIBI/Solopos)

Ilustrasi rupiah (Dok/JIBI/Solopos)

SEMARANG-Penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Jateng 2012 diduga terjadi penyimpangan. Kerugian akibat penyimpangan itu diduga senilai Rp651,261 miliar.
Advertisement

Direktur Riset dan Kebijakan Publik The Jateng Institut, Sukarman, mengatakan kondisi ini menunjukkan pengelolaan keuangan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng diduga masih koruptif.

Kendati berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 24 Mei 2013, pengelolaan keuangan Pemprov Jateng 2012 mendapat predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

“Opini WTP ini hanya penilaian administrasi pengelolaan keuangan daerah. Buktinya ditemukan potensi kerugian keuangan negara dalam APBD Jateng 2012 senilai Rp651, 261 miliar,” bebernya kepada wartawan di Semarang, Selasa (2/7/2013).

Advertisement

Dia kemudian memaparkan dugaan penyimpangan APBD Jateng 2012 yang berpotensi merugikan keuangan negara Rp651,261 miliar tersebut.

Dari sektor bantuan keuangan daerah ke desa, dan kabupaten/kota senilai Rp87,242 miliar, sektor pengelolaan aset daerah senilai Rp41,432 miliar, pendapatan asli daerah (PAD) senilai Rp340,213 miliar.

“Potensi korupsi PAD ini merupakan selisih antara realisasi Rp6,629 triliun dengan pencatatan anggaran senilai Rp6,289 triliun,” ujar Sukarman.

Advertisement

Sektor lainnya yakni pemudan dan olah raga senilai Rp4,142 miliar, karena belanja barang tidak sesuai dengan substansi kegiatan.

Sektor belanja barang pada tiga satuan kerja perangkat daerah (SKPD), masing-masing Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Hortikultural senilai Rp2,798 miliar.

Serta sektor dana hibah dan bantuan sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena penerima hibah belum menyerahkan laporan pertanggungjawaban senilai Rp175,430 miliar.

“Dana hibah dan bantuan sosial [bansos] masih menjadi modus korupsi paling tinggi oleh lembaga atau organisasi sayap politik dengan cara kolusi,” ujar Sukarman.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif