News
Kamis, 13 Desember 2012 - 10:45 WIB

Pengusaha Tak Terima Minuman Bersoda Dikenakan Cukai

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA–Menteri Keuangan, Agus Martowardojo tengah mengkaji beberapa alternatif barang yang dapat dikenakan cukai, salah satunya adalah minuman ringan berkarbonasi yang berpemanis atau minuman bersoda.

Walaupun masih dalam pengkajian, pelaku usaha industri minuman menolak keras hal ini.

Advertisement

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI), Franky Sibarani, menyatakan pemberlakuan cukai ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap industri minuman baik dari segi produksi maupun sisi produksi.

“Saya menolak, karena akan membuat produk itu tidak bersaing. Dengan bertambahnya kenaikkan harga karena cukai itu, maka produksinya akan turun,” ungkap Franky saat dihubungi, Kamis (13/12/12).

Dia menambahkan, pengeenaan cukai tak hanya akan berdampak negatif terhadap industri minuman bersoda yang besar. Tetapi juga untuk pedagang berskala kecil yang berujung pada penurunan omzet dan tingkat konsumsi masyarakat.

Advertisement

“Karena itu kalau misalnya naik harga maka poduksi akan turun, itu akan terkait dengan kapasitas produksi yang berkurang, bahkan di tingkat ritel itu akan turun, bahkan ke pedagang asongan dan pedagang kelontong, itu dampaknya,” tegas Franky.

Dia mencontohkan, sebuah produk minuman bersoda dengan harga Rp5.000 memiliki pasar Rp5 triliun. Jika harga minuman naik dikarenakan cukai-nya naik, bukan berarti pasar produk itu pun akan naik.

“Barang itu katakanlah Rp5.000, kalau Rp5.000  marketnya Rp5 triliun, kalau naiknya jadi Rp8.000 bukan berarti marketnya jadi Rp8.000, malah akan turun. Ada angka elastisitasnya,” jelasnya.

Advertisement

Dia menambahkan, pasar minuman bersoda terhitung cukup menjanjikan, dalam setahun, pasar produk ini bisa mencapai Rp10 triliun, sedangkan untuk produk makanan dan minuman sendiri mencapai Rp700 triliun.

“Sebetulnya yang terjadi kalau dia kenaikan 10 persen itu berpotensi mengurangi produksi 10 persen,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif