News
Kamis, 11 Agustus 2011 - 13:49 WIB

Pengusaha mebel resahkan ketentuan legacy act

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok. SOLOPOS)

Ilustrasi (Dok. SOLOPOS)

Solo (Solopos.com)–Pengusaha mebel meresahkan ketentuan mengenai kewajiban memenuhi sertifikat penggunaan bahan baku alias legacy act untuk produk mebel yang masuk Amerika Serikat.

Advertisement

Ketentuan tersebut membuat biaya operasional, khususnya biaya pengepakan barang, melonjak hingga tiga kali lipat. Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Solo, David R Wijaya, mengatakan legacy act yang efektif diberlakukan tahun 2012 dan mulai diuji coba tahun ini, menyulitkan pengusaha.

Pasalnya, pengusaha mebel harus menggunakan bahan kayu yang sesuai dengan standar aturan anyar itu. Untuk itu dibutuhkan biaya yang tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan bahan kayu yang selama ini biasa dipakai.

“Untuk packing kami biasa pakai kayu sengon dan abasia, sekarang tidak bisa. Harus pakai packing khusus dari karton. Dan ini harganya mahal, tiga kali lipat dari biaya packing kalau pakai bahan sengon,” jelas David kepada wartawan, Kamis (11/8/2011).

Advertisement

Selain bahan kayu untuk packing, legacy act juga mengharuskan pengusaha menggunakan kayu standar untuk semua bagian produk mebel. Termasuk, bahan kayu untuk bagian dalam sofa yang biasanya bisa cukup mengggunakan kayu kelas menengah.

Perubahan ini, tandas David, pasti sangat mempengaruhi kondisi produksi mebel yang telah berjalan selama ini. Terkait hal itu, dia meminta pengusaha mebel anggota Asmindo menyesuaikan diri.

(tsa)

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif