News
Selasa, 11 Desember 2012 - 15:49 WIB

Pengusaha Bakso Semarang Gunakan Daging Impor

Redaksi Solopos.com  /  Miftahul Ulum  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pedagang menyiapkan bakso kepada pelanggan di warung Bakso Remaja, Kartopuran, Kecamatan Serengan Solo, Selasa (20/11/2012). Naiknya harga daging sapi membuat pedagang terpaksa ikut menaikkan harga bakso dari Rp8.500 menjadi Rp9.000 per porsi. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Pedagang menyiapkan bakso kepada pelanggan di warung Bakso Remaja, Kartopuran, Kecamatan Serengan Solo, Selasa (20/11/2012). Naiknya harga daging sapi membuat pedagang terpaksa ikut menaikkan harga bakso dari Rp8.500 menjadi Rp9.000 per porsi. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SEMARANG-Pengusaha bakso yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso Indonesia (Apmiso) Kota Semarang akhirnya memanfaatkan daging impor untuk menyiasati melambungnya harga daging sapi lokal.

Advertisement

 

“Harga daging sapi tak kunjung turun sekarang sudah mencapai Rp85 ribu/kilogram, kalau hanya mengandalkan daging lokal kami tentunya kewalahan,” kata Ketua Apmiso Kota Semarang Edi Suwarno di Semarang, Selasa.

Advertisement

“Harga daging sapi tak kunjung turun sekarang sudah mencapai Rp85 ribu/kilogram, kalau hanya mengandalkan daging lokal kami tentunya kewalahan,” kata Ketua Apmiso Kota Semarang Edi Suwarno di Semarang, Selasa.

 

Akhirnya, kata dia, para pedagang bakso di Kota Semarang menggunakan daging impor sebagai campuran bahan baku pembuatan bakso sebagai solusi alternatif menekan biaya produksi agar tak terlalu membengkak.

Advertisement

Didampingi Ketua Apmiso Jawa Tengah Lasiman, Pemilik Warung Bakso Solo Pak Edi itu menyebutkan, kebutuhan daging sapi untuk pembuatan bakso di Kota Semarang selama ini setidaknya mencapai lima ton/hari.

 

“Kalau semuanya dicukupi daging sapi lokal kami tidak sanggup. Karena itu, kami siasati dengan mencampur daging sapi lokal dan impor untuk membuat bakso. Lumayan biaya produksinya tak terlalu tinggi,” katanya.

Advertisement

 

Ditanya pengaruh kualitas rasa dengan pencampuran daging impor, ia mengaku kualitas daging impor sebenarnya lebih bagus dibanding daging sapi lokal sehingga cita rasa bakso yang dihasilkan menjadi lebih nikmat.

 

Advertisement

Hanya saja, kata pengusaha bakso yang mempekerjakan sebanyak 16 karyawan itu, pedagang bakso tidak sepenuhnya menggunakan daging impor, tetapi mencampurnya dengan daging lokal dengan perbandingan 50:50. “Terus terang, kami terpaksa menggunakan daging impor yang sudah dikuotakan oleh pemerintah. Kalau saja harga daging lokal tidak sampai setinggi ini kami tetap gunakan daging sapi lokal,” kata Edi.

 

Ketua Apmiso Jateng Lasiman membenarkan langkah pengusaha bakso di Kota Semarang yang memanfaatkan daging impor untuk menekan biaya produksi, sebab harga daging impor lebih murah, yakni Rp60 ribu/kg. “Apmiso Jateng memang mendapat kuota daging impor dari pemerintah sejak empat bulan lalu dan selama ini belum kami manfaatkan. Baru sekarang ini kami manfaatkan karena harga daging sapi lokal melejit,” katanya.

 

Ia mengakui jika pengusaha bakso harus bertahan dengan bahan baku daging lokal, sementara harga bakso masih sekitar Rp7.000-8.000/mangkok jelas tidak mungkin meraup untung, bahkan justru akan merugi.

 

Sampai saat ini, kata dia, langkah alternatif memanfaatkan kuota daging impor baru ditempuh pedagang bakso Kota Semarang, tetapi pedagang dari sejumlah daerah sepertinya akan mengikuti langkah itu. “Pedagang bakso dari Solo dan Purwodadi (Grobogan) mau datang ke sini (Semarang) untuk mencoba cita rasa bakso campuran daging lokal dan impor. Kalau cocok mungkin mereka juga ikut,” kata Lasiman.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif