News
Selasa, 20 Januari 2015 - 13:00 WIB

PENERTIBAN NELAYAN : Kebijakan Susi Pudjiastuti Dituding Bunuh Nelayan Kecil

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja)

Penertiban nelayan yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan pimpinan Susi Pudjiastuti justru dianggap tidak berpihak pada nelayan kecil.

Solopos.com, INDRAMAYU — Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat menilai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuat jumlah warga miskin dari kalangan nelayan semakin bertambah.

Advertisement

Sejumlah kebijakan KKP mulai moratorium kapal, pelarangan transhipment, pencabutan subsidi BBM, larangan penggunaan alat tangkap jenis pukat hela dan tarik, dan pelarangan menangkap lobster-kepiting-rajungan dianggap semakin membuat nasib nelayan kecil semakin terpuruk.

Ketua HNSI Jabar, Ono Surono, mengatakan bertambahnya kemiskinan dari kebijakan KKP adalah bertambahnya jumlah pengangguran. Alasannya, moratorium kapal asing karena banyak warga lokal yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK).

Dia menuturkan akibat kebijakan moratorium kapal asing oleh KKP, ada 25.000-80.000 ABK yang tadinya bekerja di 1.200-1.400 kapal asing yang terkena moratorium kini menganggur. “Presiden [Jokowi] perlu mengambil langkah strategis agar kemiskinan tidak bertambah akibat kebijakan KKP,” katanya melalui rilis yang disampaikan, Selasa (20/1/2015).

Advertisement

Ono Surono mengungkapkan kebijakan pelarangan memakai alat tangkap pukat hela dan tarik yang banyak digunakan nelayan di Jabar, Jateng, dan Lampung juga akan memicu pengangguran besar-besaran di daerah tersebut.

“Prediksi jumlah pengangguran di Jateng akibat kebijakan pelarangan pukat mencapai 200.000 nelayan, Jabar dan Lampung angkanya di bawah itu,” ujarnya.

Ono menambahkan pencabutan subsidi BBM jenis solar untuk kapal di atas 30 GT juga bakal berpengaruh terhadap pendapatan nelayan dan ABK yang selama ini menjalankan usaha dengan sistem bagi hasil. “Selisih harga solar yang harus dipakai nelayan Rp3.000 liter, sementara pendapatan mereka hanya memiliki pendapatan Rp1,5-R3 juta/bulan,” tambahnya.

Advertisement

Ono menegaskan tekanan yang dialami nelayan di sektor produksi pastinya akan berdampak pada penurunan hasil tangkapan ikan. Otomatis hal itu dinilai bakal berpengaruh terhadap sektor hilir yaitu usaha pengolahan ikan yang akan kekurangan pasokan bahan baku.

“Ada sekitar 7 pabrik pengalengan ikan dan 150 unit pengolahan ikan di Bitung Sulawesi Utara yang akan tutup karena kekurangan bahan baku,” paparnya.

Ono memaparkan jika KKP memperketat ruang gerak kapal asing seharusnya mendorong nelayan lokal agar mampu menggantikan posisi kapal asing yang jumlahnya terus dikurangi. “Kami belum melihat ada kebijakan pro-rakyat atau yang benar-benar memajukan nelayan dari Menteri KKP,” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif