News
Senin, 14 Desember 2015 - 17:11 WIB

PENCATUTAN NAMA JOKOWI : Pengamat: Bukan MKD, Tapi Luhut yang Menguasai Sidang

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) saat menangani sebuah perkara, beberapa waktu lalu. (Setkab,go.id)

Pencatutan nama Jokowi-JK kembali disidangkan di MKD. Kali ini, Luhut yang dinilai menguasai sidang.

Solopos.com, JAKARTA — Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang menghadirkan Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (14/12/2015), lebih banyak mengarah pada masalah perpanjangan kontrak Freeport Indonesia, termasuk surat Menteri ESDM Sudirman Said kepada Presdir Freeport Indonesia soal kepastian investasi. Hal ini seperti mempertegas pernyataan-pernyataan Luhut sebelumnya di konferensi pers.

Advertisement

Pertanyaan tentang hal ini disampaikan beberapa anggota MKD, mulai Supratman dari Fraksi Gerindra hingga Dimyati Natakusumah dari Fraksi PPP. Supratman mulai mempertanyakan syarat divestasi saham Freeport Indonesia yang sampai sekarang belum terealisasi.

“Soal perpanjangan kewajiban divestasi, berdasarkan PP No. 77/2014, ada kewajiban divestasi 30%, sebelum 7 Oktober sudah harus melakukan divestasi. Sudah pernahkah Freeport mengajukan penawaran?” tanya Suratman.

Advertisement

“Soal perpanjangan kewajiban divestasi, berdasarkan PP No. 77/2014, ada kewajiban divestasi 30%, sebelum 7 Oktober sudah harus melakukan divestasi. Sudah pernahkah Freeport mengajukan penawaran?” tanya Suratman.

“Itu yang jadi masalah, buat kami kenapa harus beli saham itu? Padahal kalau tidak diperpanjang pada 2021, [tambang Freeport di Papua] itu jadi milik Indonesia. Tapi kita harus pelihara hubungan dengan AS,” jawab Luhut.

Supratman mempertanyakan surat Menteri ESDM Oktober lalu ke Freeport Indonesia tentang jaminan kelanjutan investasi yang kemudian mendapatkan kritik keras dari Menko Kemaritiman Rizal Ramli. Luhut dimintai komentarnya tentang langkah itu, namun menolak.

Advertisement

“Tanya saja ke Menteri ESDM, kalau saya belum baca dan memberi komentar, tidak elok. Saya belum baca detil, karena bukan bagian dari pekerjaan itu sejak jadi Menkopolhukam, jadi tidak elok jika saya bicara soal itu sedangkan saya belum tahu.”

Seusai jeda, Dimyati juga memberikan pertanyaan soal hal serupa, namun kali ini lebih mengarah pada keputusan Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan pelanggaran etika ke MKD. “Sebagai menteri ESDM, kepada siapa jalurnya dia melapor?” tanyanya.

Luhut pun menjawab. “Seharusnya secara jalur dia ke Menko Maritim, tapi saya tidak pernah menanyakan pada saudara Menteri ESDM,” jawab Luhut.

Advertisement

Dimyati pun mengejarnya. “Secara etika? Tupoksi? Secara hukum?”
“Saya tidak ingin masuk ke sana,” jawab Luhut.
“Saudara mengetahui UU Minerba?”
“Ya.”
“Tahu PP No. 77/2014? Menurut saudara, perlu tidak mengeluarkan izin itu mendapat persetujuan DPR?” tanya Dimyati lagi.
“Itu domain pemerintah, tidak perlu izin DPR? Tidak, sepanjang pengetahuan saya,” jawab Luhut lagi.

Pengamat politik dari Formappi, Sebastian Salang, menyebut pertanyaan-pertanyaan kepada Luhut hampir sama dengan pertanyaan sebelumnya kepada Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin. Bedanya, menurutnya, kali ini sidang MKD tak lagi seperti mengadili saksi, justru sebaliknya Luhut yang dinilai menguasai sidang.

“Tidak ada pertanyaan yang tajam dari anggota MKD kepada Pak luhut, beda dengan dua saksi yang dihadirkan sebelumnya, yaitu Sudirman Said dan Maroef Sjamsoeddin, kali ini justru Pak Luhut terlihat santai dan menguasai sidang,” kata Sebastian Salang dalam wawancara yang ditayangkan Metro TV, Senin sore.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif