News
Kamis, 28 Januari 2016 - 17:30 WIB

PENCATUTAN NAMA JOKOWI : Mangkir Lagi, Setya Novanto Minta Pemeriksaannya Diundur 2 Pekan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Setya Novanto (JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya)

Pencatutan nama Jokowi-JK yang berkembang menjadi dugaan permufakatan jahat terus diusut Kejakgung. Dipanggil kali ketiga, Setya Novanto mangkir lagi.

Solopos.com, JAKARTA — Setya Novanto untuk ketiga kalinya tidak menghadiri panggilan Kejaksaan Agung (Kejakgung), Rabu (27/1/2016) kemarin. Kuasa hukumnya, Firman Wijayam mengatakan kliennya meminta pemeriksaan diundur dua pekan. “Dengan itu kami sampaikan, secara tertulis, mohon penundaan waktu,” ujar Firman kepada Bisnis/JIBI, Kamis (28/1/2016).

Advertisement

Aspek politis menjadi pertimbangan utama Setya Novanto mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan dalam kasus yang lebih dikenal dengan kasus “papa minta saham” ini. Firman menyebut kliennya itu dalam posisi yang dilematis. Sebab keterangan yang akan diberikan oleh Setya akan berimplikasi politis, bukan hanya berdampak yuridis.

“Ini high risk case. Tentu Pak Setya Novanto perlu waktu lah,” katanya. Firman mengklaim paham betul arah kasus yang menyeret nama kliennya tersebut. Sejak dilaporkan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Firman menuding selalu ada kesan untuk memojokkan posisi Setya saja.

Adapun keterangan dari Setya Novanto menjadi Kejakgung sebagai kunci dalam menentukan naiknya status kasus ke penyidikan. Oleh karena itu, sikap Setya Novanto dianggap menghambat proses penyelidikan. Dugaan permufakatan jahat itu diawali laporan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said ke MKD dengan menyerahkan rekaman pertemuan Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presdir PT Freeport Indonesia (yang telah mengundurkan diri), Maroef Sjamsoeddin.

Advertisement

Namun, menurut Firman dalam setiap penyelidikan, informasi bisa dikembangkan tidak hanya dari satu pihak. Pengembangan kasus bisa juga dengan mengorek informasi dari pembuat kebijakan. “Kalau saya bisa saja bedah, tapi belum waktunya kita bedah.”

Peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz mengingatkan Kejakgung agar tidak mengikuti skenario Setya. Paling baik yang dilakukan adalah menaikan status kasus ini ke penyidikan agar upaya-upaya paksa dapat dilakukan. Sebab, seharusnya Kejagung sudah memiliki setidaknya dua alat bukti yang kuat.

“Semakin lama akan merugikan Kejagung sendiri. Akan muncul konsolidasi dan manuver politik untuk menekan proses ini,” jelasnya.

Advertisement

Menyikapi hal tersebut, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah mengatakan belum tentu mengabulkan permintaan Setya. Dalam kurun waktu 2 pekan, Kejakgung akan melakukan upaya lain untuk mengumpulkan bukti-bukti lain. Apabila pengumpulan bukti-bukti tersebut dapat dilakukan kurang dari satu pekan, Setya akan dipanggil kembali pekan depan.

Arminsyah juga mengatakan bahwa saat ini masih menunggu keterangan Setya untuk menaikan status ke penyidikan. Meski begitu Kejakgung sudah memiliki batas waktu untuk mengambil sikap. Namun, belum dapat disampaikan secara resmi.

Sejauh ini Setya telah tiga kali tidak memenuhi panggilan Kejagung. Dua kali undangan pertama, Setya tidak hadir tanpa keterangan. Baru pada pemanggilan ketiga, Rabu (27/1/2016), Setya memberikan keterangan tertulis untuk menunda pemeriksaan terhadap dirinya.

Sementara itu, dalam rapat kerja antara Jaksa Agung Prasetyo dan Komisi III DPR pada Selasa (19/1/2016) dan Rabu (20/1/2016) lalu disebutkan akan ada pembentukan panitia kerja (Panja) terkait penanganan kasus “papa minta saham”. Panja yang kemudian dikenal degan Panja Freeport ini telah masuk dalam catatan yang selanjutnya akan dibahas dalam rapat pleno.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif