News
Senin, 7 Desember 2015 - 22:30 WIB

PENCATUTAN NAMA JOKOWI : JK: Mana Lebih Berat, Ketemu Trump atau Minta Saham?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Calon presiden Amerika Serikat (AS) , Donald Trump (kanan) berdiri dengan Setya Novanto, Ketua DPR RI saat konferensi pers di Manhattan, New York, AS, Kamis (3/9/2015). (JIBI/Solopos/Reuters)

Pencatutan nama Jokowi-JK yang diduga melibatkan Setya Novanto kembali disidangkan. JK pun melihat standar pelanggaran ini ada di pertemuan Setya cs dengan Donald Trump.

Solopos.com, JAKARTA — Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang membahas kasus pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto akhirnya diputuskan berlangsung tertutup. Publik pun mengecamnya dan timbul kecurigaan adanya deal politik di dalam sidang yang tak bisa dipantau publik.

Advertisement

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) turut berkomentar mengenai hal tersebut. Menurut dia, semua orang tentu menginginkan proses persidangan dilakukan secara terbuka.

Namun, sambungnya, Ketua MKD Kahar Muzakkir mungkin menilai proses persidangan menyangkut masalah sensitif sehingga mengambil keputusan untuk menjalankan sidang secara tertutup. “Menyangkut masalah sensitif, ada masalah sensitif, ya kita lihat saja,” katanya di Kantor wakil Presiden, Senin (7/12/2015).

Kendati demikian, lanjutnya, proses persidangan MKD yang berlangsung terbuka atau tertutup bukanlah persoalan utama. Masalah yang harus dibahas lebih lanjut ialah substansi peristiwa pelanggaran etika itu sendiri.

Advertisement

JK memaparkan pelanggaran etika sudah pernah pula dilakukan oleh Setya ketika dia menemui pengusaha sekaligus calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat melakukan kunjungan kerja di Negeri Paman Sam tersebut. “Sudah ada standarnya. Standarnya ialah Novanto bertemu Trump. Secara hukum tidak ada yang salah, cuma etika itu kan kepantasan, pantas tidak bertemu Trump?” ungkapnya.

Saat itu, dewan kehormatan menetapkan pertemuan tersebut tidak pantas sehingga Setya mendapat peringatan. “Mana yang lebih berat? Bertemu Trump dan pertemuan minta saham? Lebih berat dan tidak pantas mana? Maka etikanya harus menjadi pertanyaan, praktek,” paparnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif