News
Selasa, 7 Oktober 2014 - 15:05 WIB

PEMILIHAN PIMPINAN MPR : Pengamat: Ego Koalisi di MPR Masih Besar

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penyerahan tampuk pimpinan MPR, Rabu (1/10/2014). (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diminta untuk meredam ego koalisi agar musyawarah dan mufakat tercapai dalam pemilihan pimpinan yang digelar pada Selasa (7/10/2014). Hal ini terkait masih kuatnya persaingan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.

Pengamat politik UGM, Ari Dwipayana, mengatakan anggota MPR harus mengerti fungsi dan tugas dari MPR. “Hingga sidang diskors, sepertinya belum ada kesepakatan bulat untuk musyawarah. Ego kepentingan mereka masih besar,” katanya kepada Bisnis/JIBI.

Advertisement

Saat ini, tugas MPR memang tidak seberat DPR. Namun cukup strategis mengingat tugas mereka seperti memberikan persetujuan pemakzulan presiden yang diusulkan oleh DPR dan amandemen terhadap UUD 1945. “Jadi, secara tidak langsung, pimpinan MPR harus dipilih bukan atas kepentingan partai politik.”

Saat ini rapat masih diskors oleh pemimpin sidang hingga pukul 13.30 WIB, untuk mengerucutkan kesepakatan dari kelompok DPD dan masing-masing fraksi. Meski demikian, paripurna DPD pada Senin (6/10/2014) telah menyepakati untuk mengusung satu nama, yaitu Oesman Sapta Odang, yang masuk dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).

Hal itu sesuai dengan Peraturan Tata Tertib MPR pasal 21 yang mengatur soal pengajuan paket calon pimpinan MPR. Namun, Koalisi Merah Putih (KMP) malah mempermasalahkan pengajuan satu nama calon pimpinan MPR dari DPD itu. Alhasil, sidang yang dimulai 1 jam lebih lambat dari jadwal tersebut dipenuhi interupsi politisi KMP.

Advertisement

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham meminta kepada DPD untuk mengajukan nama lain selain Osman Sapta Odang. Sedangkan pengamat politik dari Pol Tracking, Hanta Yudha, mengingatkan agar semua pihak di DPR menghormati keputusan DPD dalam mengajukan satu nama. Pasalnya, upaya yang dilakukan oleh DPD untuk memilih satu nama juga melalui proses yang tidak mudah.

“DPD sudah melakukan voting, yang menghasilkan nama Oesman Sapta. DPR seharusnya tidak melakukan intervensi yang terlalu jauh ke DPD karena mereka terikat konsensus mereka sendiri,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif