News
Minggu, 19 Agustus 2018 - 19:59 WIB

Pemerintah Naikkan Dana Bansos Besar-Besaran, Demi 2019?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, JAKARTA</strong> — Demi kepentingan politik, pemerintah dinilai cari-cari alasan meningkatkan dana bantuan sosial pada <a href="http://news.solopos.com/read/20180816/496/934622/jokowi-gaji-pns-dan-pensiunan-naik-5-pada-2019" target="_blank" rel="noopener">RAPBN 2019</a>. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menilai kebijakan menaikkan bansos sangat populis dan terlihat ingin mengambil suara elektoral di daerah.</p><p>"Bansos ditekankan dengan jumlah penerima bansos program keluarga harapan [PKH] naik dari 10 juta penerima ke 15,6 juta penerima. Kenaikan itu bahkan lebih tinggi dari 2018, yang naik 4 juta penerima PKH," jelasnya saat dihubungi <em>Bisnis/JIBI</em>, Minggu (19/8/2018).</p><p>Sementara itu, dana transfer daerah dan dana desa nilainya Rp832,3 triliun naik 8,62% dibanding tahun sebelumnya yang cuma naik 1,4%. Kenaikan kali ini menurutnya cukup signifikan di <a href="http://news.solopos.com/read/20180507/496/914759/apbn-p-2018-pemerintah-jokowi-diminta-waspada-proyek-siluman-jelang-pemilu">APBN</a>.</p><p>Bhima lalu menjelaskan kenaikan gaji PNS sekitar 5% merupakan kebijakan yang sangat populis dan kental muatan politiknya. Hal ini menurutnya, hanya mengulang alasan kenaikan THR PNS pada 2018 yang tumbuh 68,9%.</p><p>"Dulu juga bilangnya THR PNS naik karena gaji PNS sebelumnya tidak naik. Pemerintah sekedar cari-cari alasan saja tujuannya membuat PNS loyal ke pemerintah saat ini," paparnya.</p><p>Selain itu, dia menilai <a href="http://news.solopos.com/read/20180816/496/934622/jokowi-gaji-pns-dan-pensiunan-naik-5-pada-2019" target="_blank" rel="noopener">kenaikan gaji PNS</a> juga berfungsi mendongkrak konsumsi rumah tangga. Menurutnya, pada 2019 tantangan ekonomi semakin berat. Kinerja ekspor yang jelas melambat, kemudian investasi akan tertunda khawatir situasi politik lanjutnya, akan menjadi sentimen negatif di tahun depan.</p><p>Dengan demikian, katanya, jalan pintas pemerintah untuk dorong ekonomi tumbuh 5,3% hanya dari konsumsi rumah tangga. "Ini mengulang kesuksesan pemerintah di kuartal II/2018 dimana pertumbuhan ekonomi mencapai 5,27% di atas ekpektasi karena didorong belanja pegawai yang naik," katanya.</p><p>Bhima menyayangkan jalan pintas dengan menaikan belanja pegawai ini karena sifatnya yang temporer. Indef memperkirakan inflasi pada 2019 akan meningkat, pemerintah sendiri membuat target inflasi 3,5% plus minus 1%. Dia pun mencontohkan dengan menggunakan batas atas inflasi 4,5% di RAPBN 2019.</p><p>"Kalau gaji pokok naik 5% tapi inflasinya 4,5% maka kenaikan gaji riil sebenarnya cuma 0,5% alias tidak berefek signifikan ke ekonomi," tegasnya.</p><p>Sementara, dia mengkritik kinerja PNS yang masih jauh dari kata memuaskan. Kenaikan gaji menurutnya, harus berbarengan dengan kenaikan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. "Fakta bahwa 64% PNS hanya bisa jadi juru ketik [data Menteri PAN-RB], tentunya tidak sesuai dengan kenaikan gaji pokok," imbuhnya.</p><p>Di sisi lain, target pertumbuhan ekonomi menurutnya lebih realistis meskipun prediksi Indef hanya mampu tumbuh 5,2%. Dia sedikit mengkhawatirkan nilai tukar rupiah karena Rp14.400/dolar AS, faktanya bisa lebih tinggi dari angka itu di 2019. "ICP dan lifting juga lebih realistis, over all moderat asumsi makronya," ungkapnya.</p>

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif