News
Selasa, 13 Agustus 2013 - 03:33 WIB

Pemerintah Dituding Tak Transparan & Tak Efektif Kelola Tambang

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tambang timah (foe.co.uk)

Ilustrasi tambang timah (foe.co.uk)

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tidak efektif dan tidak transparan dalam tata kelola pertambangan mineral yang memiliki karakter investasi jangka panjang. Tudingan itu, Senin (12/8/2013), dilontarkan Ketua Working Grup Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Hendra Sinadia.

Advertisement

Menurut Hendra Sinadia pengambilan keputusan pemerintah yang selalu berlarut-larut menimbulkan citra negatif bagi pemerintah dan dapat berimbas ke perusahaan serta pembengkakan nilai investasi. “Karakter investasi tambang itu untuk jangka panjang. Sayangnya, pemerintah selalu mendadak dalam memberikan keputusan sehingga hal ini pasti akan merugikan untuk kedua belah pihak,” ujarnya di Jakarta.

Penjelasan Hendra terkait dengan penundaan keputusan nasib Koba Tin yang hingga kini masih belum pasti. Perhapi menilai kajian terhadap pertambangan harus dilakukan sebelumnya dan tidak bisa diputuskan dalam waktu setahun. Padahal, di dalam perjanjian telah disebutkan bahwa sebaiknya sebelum kontrak berakhir, pemerintah harus mengevaluasi bagaimana peralihan wilayah pertambangan tersebut akan dilanjutkan oleh siapa. Pemerintah sebelumnya menyatakan bahwa evaluasi mengenai Koba Tin hanya akan berlangsung dalam waktu 3 bulan. Kenyataanya, hingga sekarang masih berlangsung.

Saat ini, pemerintah tengah mengevaluasi permintaan atas kesiapan PT Timah (Persero) Tbk dengan tiga badan usaha milik daerah untuk mengelola wilayah pertambangan Koba Tin. Wakil Menteri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan evaluasi tersebut masih menunggu masukan-masukan dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang menyumbangkan masukan adalah tim evaluasi.

Advertisement

Mereka, menurut Susilo Siswoutomo, menyatakan bahwa pendapat Koba Tin berangsur-angsur mengalami penurunan. “Mereka [PT Timah dan BUMD] telah mengajukan usulan, ya kita tampung saja. Kontraknya [Koba Tin] sudah selesai, ini menjadi wewenang pemerintah pusat untuk memutuskan,” ujarnya.

Opsi yang sempat terlontar untuk Koba Tin adalah menjadikan perusahaan yang memegang kontrak karya itu berganti status menjadi izin usaha pertambangan. Opsi yang lain adalah tidak ada perpanjangan KK tersebut. Pilihan keputusan terakhir adalah akuisisi oleh perusahaan yang tengah mengajukan untuk mengelola konsentrat.

Susilo mengakui bahwa pemerintah masih belum siap karena  menyelesaikan penilaian. Sementara itu, tim evaluasi yang bertugas memberikan masukan kepada Koba Tin telah menyelesaikan tugasnya. Namun, pemerintah belum dapat memberikan kepastian.

Advertisement

Menanggapi keputusan yang berlarut-larut dari pemerintah tersebut, Perhapi menyatakan bahwa pemerintah kurang transparan. Hendra mengatakan, hal ini seharunya telah terbentuk keputusan jauh sebelum kontrak Koba Tin selesai di Indonesia sehingga tidak menggantung. Sebelumnya, PT Timah menyatakan bahwa kerugian yang dialami Koba Tin selama tiga kali bertuturut-turut hingga saat ini kegiatan tambang berhenti tidak dijelaskan rinci.

Koba Tin menandatangani kontrak karya pada 16 Oktober 1971. Kontrak tersebut berlangsung selama 30 tahun hingga 2001. Perusahaan timah tersebut memperpanjang kontrak lagi hingga 31 Maret 2013. Sejak saat itu, bola panas Koba Tin bergulir hingga saat ini belum mendapat kepastian dari Pemerintah apakah akan diperpanjang lagi atau tidak.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif