News
Rabu, 5 Oktober 2011 - 06:10 WIB

Pemberlakuan aturan baru, pendapatan PT KA Daops VI bisa susut Rp 25,5 miliar

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - RAWAN CALO -- Penumpang membeli tiket di Stasiun Purwosari, Solo, beberapa waktu lalu. Kebijakan pembatasan penjualan tiket dinilai menimbulkan kerawanan munculnya calo. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Solo (Solopos.com) – Pendapatan PT Kereta Api (KA) Indonesia Daops VI Yogyakarta diproyeksi susut Rp 8,5 miliar/triwulan atau sampai Rp 25,5 miliar/tahun, menyusul diberlakukannya aturan baru pembatasan jumlah penumpang 100% mulai 1 Oktober.

RAWAN CALO -- Penumpang membeli tiket di Stasiun Purwosari, Solo, beberapa waktu lalu. Kebijakan pembatasan penjualan tiket dinilai menimbulkan kerawanan munculnya calo. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Advertisement
Sementara itu, pembatasan jumlah penumpang dikhawatirkan menyebabkan maraknya aktivitas calo. Kepala Humas PT KA Indonesia Daop VI Yogyakarta, Eko Budiyanto, mengatakan penyusutan pendapatan disebabkan PT KA kehilangan pemasukan dari penjualan tiket tanpa tempat duduk/tiket berdiri. Sebagai perbandingan, untuk KA ekonomi, jumlah penumpang yang semulai bisa lebih dari 150% saat ini hanya 100%, atau susut dari sekitar 150 orang/gerbong penumpang menjadi hanya 100-106 orang/gerbong.

Sedangkan untuk KA bisnis, jumlah penumpang yang semula bisa mencapai 90 orang/gerbong penumpang menjadi hanya 68 orang/gerbong. Padahal, satu rangkaian KA biasanya terdiri dari tujuh gerbong penumpang. “Karena jumlah penumpang berkurang otomatis pendapatan PT KA juga berkurang. Perhitungan kasar kami, pendapatan berkurang Rp 8,5 miliar/triwulan. Bukan untung semata yang kami kejar,” ungkap Eko, saat dihubungi Espos, Selasa (4/10/2011).

Dia menambahkan PT KA memiliki sumber pendapatan lain di luar pendapatan dari penjualan tiket KA ekonomi dan bisnis. Di antaranya sektor layanan angkutan barang dan persewaan properti milik PT KA. Eko menegaskan PT KA bakal mengoptimalkan dua sektor usaha tersebut agar tetap mendapatkan pemasukan.

Advertisement

Di sisi lain, kalangan pengguna KA mengkhawatirkan semakin maraknya calo yang beroperasi menyusul pemberlakuan pembatasan jumlah penumpang KA bisnis dan KA ekonomi. Seorang penumpang, Andika, mengaku terpaksa membeli tiket KA Sena Utama Yogyakarta untuk perjalanan Jakarta-Yogyakarta pada seorang calo lantaran loket tidak lagi menjual tiket yang dia butuhkan. Dia diminta membayar Rp 200.000, padahal tiket harga normal dipatok Rp 158.000-an. Namun, begitu berangkat dengan KA tersebut Andika kaget sebab hampir 50% kursi penumpang dalam keadaan kosong. “Saya heran, katanya tiket habis, nyatanya di dalam kereta masih banyak kursi kosong. Saya membeli tiket pada hari keberangkatan, bukan pada H-7.”

Soal calo, Eko mengungkapkan PT KA berkomitmen memberantas calo. Pihaknya, jelas dia, menyebar petugas di tiap stasiun untuk mengamati gerak gerik calo dan segera menangkapnya jika ada. Pada Minggu (2/10/2011) lalu, Daops VI menangkap tiga orang yang diduga calo beroperasi di Stasiun Tugu. Ketiganya tertangkap membawa tiga tiket KA Senja Utama Solo, satu tiket Senja Utama Yogyakarta, lima tiket Bima dan dua tiket Gajah Wong. Saat ini, kata Eko, tiga orang tersebut telah diproses di kepolisian. “Ini adalah bukti PT KA berkomitmen terhadap upaya memerangi calo. Bukan main-main. Untuk itu, masyarakat yang mengetahui aktivitas calo saya minta melaporkan ke kami,” pungkas dia.

tsa

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci : Calo Daops VI Kereta PT KA Tiket
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif