News
Rabu, 19 Juli 2023 - 14:06 WIB

Pemanfaatan Asuransi Kesehatan Tambahan bagi Peserta JKN Disorot, Ini Alasannya

Ivan Indrakesuma  /  Newswire  /  Ivan Indrakesuma  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Muh. Arief Rosyid Hasan, Doktor Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia (UI)., (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA – Pemanfaatan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlu dikaji lebih dalam  dan dioptimalkan sebagai bentuk upaya peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat.

AKT untuk peserta JKN menunjukkan bagaimana mekanisme pasar secara terkendali bersinergi dengan peran Negara dalam mewujudkan kesejahteraan. Bila dioptimalkan, maka sinergi ini akan hadir sebagai masa depan politik ekonomi kesehatan di Indonesia.

Advertisement

Doktor Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia (UI), Muh. Arief Rosyid Hasan, menyarankan agar dilakukan analisis kebijakan serta kajian lebih dalam terkait pemanfaatan AKT dan alasan masih adanya out of pocket di masyarakat Indonesia. Hal itu diungkapkan Arief dalam disertasinya yang berjudul Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan untuk Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Memperkuat Peran sebagai Negara Kesejahteraan.

Arief lulus sebagai Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan predikat cum laude setelah mempertahankan disertasinya tersebut dalam sidang terbuka, di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Senin (17/7/2023), yang dihadiri promotor, tim penguji, dan sejumlah tokoh nasional.

Advertisement

Arief lulus sebagai Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan predikat cum laude setelah mempertahankan disertasinya tersebut dalam sidang terbuka, di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Senin (17/7/2023), yang dihadiri promotor, tim penguji, dan sejumlah tokoh nasional.

Menurut Arief, JKN kini menjadi skema asuransi kesehatan sosial dengan peserta terbanyak di dunia. Tercatat 90,34 persen dari populasi atau sekitar 248,77 juta penduduk Indonesia sudah menjadi peserta program JKN. Program JKN adalah capaian terbaik Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan. Disertasi Arief berangkat dari permasalahan penggunaan JKN di Indonesia. Namun, program JKN masih dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya.

Tidak Dijamin dengan JKN

Saat ini, tercatat masih ada 25 juta rakyat Indonesia yang kesehatannya belum terjamin dengan JKN. Selain itu, masih terdapat pula pelayanan kesehatan yang tidak dijamin dengan JKN. Kondisi ini membuat rakyat Indonesia masih harus menggunakan AKT dengan rata-rata pengeluaran out of pocket (OOP) mencapai Rp2,7 juta. Persentase OOP di Indonesia disebut masih melebihi batas rekomendasi WHO, yaitu tidak melebihi 20% dari total belanja kesehatan. Out of pocket secara sederhana adalah uang yang kita keluarkan dari dompet kita untuk mendapatkan suatu manfaat.

Advertisement

Lebih lanjut, Arief yang juga menjabat Komisaris Independen BSI ini menjelaskan, pembiayaan mandiri dan adanya pelayanan yang tidak dijamin oleh program JKN, memunculkan permintaan terhadap AKT. Penelitiannya membuktikan permintaan untuk naik kelas kamar rawat inap meningkat dengan rata-rata kenaikan 509 persen setiap tahun pada 2019-2022. Kenaikan kelas rawat ini salah satu dari manfaat yang tidak dijamin oleh Program JKN yang menjadi peluang produk dari AKT.

“Asuransi Kesehatan Tambahan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional menunjukkan bagaimana mekanisme pasar secara terkendali bersinergi dengan peran Negara dalam mewujudkan kesejahteraan. Bila dioptimalkan, maka sinergi ini akan hadir sebagai masa depan politik ekonomi kesehatan di Indonesia,” kata dia.

Penelitiannya ini bertujuan mendapat rumusan kebijakan AKT bagi peserta program JKN. Penelitian dengan menggunakan mix method kuantitatif dan kualitatif ini mendapat hasil bahwa responden yang menggunakan AKT memiliki karakteristik berpendidikan tinggi, dalam usia produktif, masyarakat urban, serta pengeluaran selain makan melebihi rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP).

Advertisement

AKT masih menjadi penjamin asuransi terbanyak yang digunakan untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Sementara kombinasi antara JKN dan AKT masih menjadi opsi asuransi dengan pengguna paling sedikit. Berdasarkan hasil penelitiannya itulah Arief menyarankan kepada pembuat kebijakan untuk melakukan peningkatan dan penguatan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Ia juga mendorong upaya kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan melalui penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK), serta memastikan ekosistem yang kondusif terhadap pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional di Indonesia.

Penyempurnaan JKN

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial, Nunung Nuryartono, yang hadir dalam sidang terbuka promosi Doktor Arief, mengatakan program JKN mewajibkan iuran dan menerapkan prinsip gotong-royong dalam menanggung beban biaya jaminan sosial.

“Berbagai penyempurnaan terus didorong oleh pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, termasuk tentunya hasil penelitian Doktor Arief Rosyid yang sangat bermanfaat ini,” kata Nunung Nuryartono yang hadir dalam sidang terbuka dan menyampaikan Visioning Speech mewakili Menko PMK RI Muhadjir Effendy.

Advertisement

Salah satu yang menjadi kunci dari penelitian ini, kata Nunung, adalah rumusan kebijakan AKT bagi peserta JKN perlu dilakukan, sebagai bagian dari penyempurnaan JKN. AKT adalah masa depan kategorisasi politik ekonomi kesehatan,” tutur Nunung.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif