News
Minggu, 9 Agustus 2015 - 23:00 WIB

PASAL PENGHINAAN PRESIDEN : IPW: Polisi Jadi Alat Kriminalisasi Presiden

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi hukum (JIBI/Dok)

Pasal Penghinaan Presiden diwacanakan akan dihidupkan lagi.

Solopos.com, JAKARTA — Indonesia Police Watch (IPW) menilai jika pasal penghinaan presiden dihidupkan lagi di dalam Kitab-kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), maka Polri yang akan kerepotan karena dituding sebagai alat presiden mengkriminalisasi para pengkritik atau lawan politiknya.

Advertisement

“Sama seperti saat memproses pengaduan Sarpin [Rizaldi, hakim Pengadilan Negeri Jaksel], Polri dituding melakukan kriminalisasi pada Komisi Yudisial,” kata Ketua Presidium IPW Neta S. Pane dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/8/2015).

Neta berharap pasal penghinaan presiden tidak perlu dimasukkan dalam KUHP. Menurut dia ada dua alasan yang harus diperhatikan terkait usulan tersebut, pertama, pasal itu sudah dicabut Mahkamah Konstitusi. Kedua, posisi warga negara sama di depan hukum, sehingga presiden sangat tidak pantas diistimewakan secara hukum.

Advertisement

Neta berharap pasal penghinaan presiden tidak perlu dimasukkan dalam KUHP. Menurut dia ada dua alasan yang harus diperhatikan terkait usulan tersebut, pertama, pasal itu sudah dicabut Mahkamah Konstitusi. Kedua, posisi warga negara sama di depan hukum, sehingga presiden sangat tidak pantas diistimewakan secara hukum.

“Memberi keistimewaan hukum pada presiden sama artinya melakukan diskriminasi terhadap rakyat dan hukum itu sendiri,” katanya.

Untuk itu, lanjut Neta, pasal penghinaan presiden tidak perlu ada. Sebab, di dalam KUHP sudah ada pasal yang mengatur soal penghinaan dan pencemaran nama baik.

Advertisement

Polisi Terima Getah

Di sisi lain, IPW melihat dimunculkannya kembali pasal itu tak lebih akibat penyakit kekuasaan yang ingin mempertontonkan superioritasnya sebagai penguasa.

“Jika pasal itu dihidupkan lagi Polri yang akan menerima getahnya. Wong Polri menindaklanjuti pengaduan Sarpin dan Romli saja, Polri dikecam habis-habisan dan Kabareskrim dianggap pro koruptor,” katanya.

Advertisement

Seperti diberitakan, Pemerintah mengusulkan 786 pasal RUU KUHP ke DPR untuk dimasukkan ke KUHP, diantaranya pasal tentang penghinaan presiden. Mahkamah Konsti?tusi sendiri sebelumnya telah mencabut pasal itu karena dianggap tidak memiliki batasan yang jelas. ?

Adapun Pemerintah beralasan RUU ini merupakan warisan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang mengusulkan kali pertama pada 2012. Usulan tersebut telah menimbulkan pro kontra, sebagian menganggap mengganggu kehidupan berdemokrasi karena mengancam kebebasan berpendapat. Sebagian lain menilai presiden sebagai simbol negara harus dihormati, sehingga perlu dibedakan antara kritik dan penghinaan.
?

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif