News
Sabtu, 22 Februari 2020 - 18:07 WIB

Pakar: Mirip Orde Baru, Omnibus Law Anggap Pers Penghambat Investasi

Newswire  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ratusan buruh berunjuk rasa menentang omnibus law di Jakarta, Senin (20/1/2020). Omnibus law dinilai hanya menguntungkan pengusaha dan investor namun merugikan pekerja. (Antara-Akbar Nugroho Gumay)

Solopos.com, JAKARTA -- Tak hanya buruh, komunitas pers juga merasa terdampak omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja. Hal ini dinilai tak lepas dari cara pandang pemerintah terhadap pers yang dianggap menghambat investasi.

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga akan menyasar kelompok pekerja media atau pers. Pandangan ini tak ubahnya dengan cara berpikir pejabat-pejabat di era Orde Baru.

Advertisement

Wakil Ketua Sekolah Hukum Jentera itu menilai pemerintah saat ini melihat insan pers sebagai kelompok yang juga berdampak pada terhambatnya investasi yang masuk ke Indonesia.

Tragedi Sungai Sempor, 6 Pembina Pramuka SMPN 1 Turi Sleman Diperiksa Polisi

Advertisement

Tragedi Sungai Sempor, 6 Pembina Pramuka SMPN 1 Turi Sleman Diperiksa Polisi

"Undang-undang ini karena ingin berusaha agar tidak terganggu, di dalamnya itu ada soal pers, ada juga soal pertahanan dan keamanan, jadi polisi juga nanti mengamankan investasi. Nah jadi kalau saya sih membacanya media massa itu dianggap sebagai kelompok yang bisa menggangu keamanan investasi," kata Bivitri saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Sabtu (22/2/2020).

Sebagai informasi, terdapat dua pasal yakni pasal 11 dan 18 dalam Undang Undang No 40/1999 tentang Pers yang akan direvisi RUU berkonsep omnibus law. Pasal itu yakni terkait soal modal asing dan ketentuan pidana.

Advertisement

Oleh sebab itu, Bivitri berpendapat RUU ini hanya memikirkan agenda-agenda pembangunan, investasi, bahkan menguatkan presiden sebagai tokoh sentral dalam menentukan kebijakan negara. Situasi ini tak beda jauh dengan era orde baru pimpinan Soeharto.

"Ini sebenarnya yang terjadi pada masa Orde Baru, soal good government dipinggirkan, karena waktu itu kan istilahnya 'pembangunan yes politik no', waktu zaman Soeharto dulu, kemudian tidak hanya fondasi ekonomi, tetapi juga governance-nya rapuh sekali, karena waktu itu korupsi dibiarkan kemudian tumbuh kroni-kroni," kata Bivitri.

Susur Sungai SMPN 1 Turi Sleman Makan Korban, Pakar: Konyol dan Bahaya!

Advertisement

Bivitri melihat indikasi kembali ke Orde Baru tersebut sudah terlihat ketika pemerintah kompak bersama DPR melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Nah bahayanya, cara pikir pemerintah saat ini kan cenderung ke situ, bahwa yang penting investasi, masalah korupsi dan sebagainya pinggirkan saja dulu karena mengganggu Investasi. Bahkan sebelum RUU ini diajukan KPK-nya memang menurut saya secara sistematis sudah dimatikan," ucapnya.

Menurutnya jika ini terus dilanjutkan, maka bukan tidak mungkin penolakan-penolakan kecil dari kaum buruh yang sudah dilakukan beberapa hari belakangan akan semakin membesar dan meluas ke seluruh elemen masyarakat.

Advertisement

8 Paslon PDIP untuk Pilkada di Jateng Diputuskan Rabu 19 Februari, Ini Daftarnya

Sebelumnya, sejumlah organisasi pers seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan LBH Pers, menyoroti dampak omnibus law ini terhadap pers. Selain mengatur soal investasi, RUU ini juga memasukkan revisi sejumlah pasal dalam UU No 40/1999 tentang Pers.

Setidaknya ada dua pasal yang akan diubah, yaitu soal modal asing dan ketentuan pidana. Rincian dari pasal asli dan usulan revisi, ada di bawah ini:

Pasal 11

Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal. Pemerintah Pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Pasal 18
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Direvisi menjadi:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif