News
Sabtu, 19 Desember 2020 - 02:20 WIB

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Tuntutan 1812 Masuk Akal

Ika Fatma Ramadhansari  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. (Youyube.com-Refly Harun)

Solopos.com, JAKARTA — Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai tuntutan massa aksi 1812 dinilai masuk akal. Aksi 1812 digagas oleh Aliansi Nasional Anti Komunis Negara Kesatuan Republik Indonesia (ANAK NKRI) di Istana Kepresidenan Jakarta Pusat, Jumat (18/12/2020).

Aksi 1812 yang disebut Refly masuk akal ini menuntut pembebasan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shibab dan juga menuntut pengungkapan kasus tembak mati enam laskar FPI.

Advertisement

Pakar hukum tata negara Refly Harun kemudian membahasnya dalam via saluran YouTube berjudul “Rakyat Kepung Istana!!? Tuntut Adili Eksekutor 6 Laskar FPI dan Bebaskan Habib Rizieq!!”.

Jangan Lengah, Soft Skill Ini Kamu Butuhkan di Dunia Kerja!

Advertisement

Jangan Lengah, Soft Skill Ini Kamu Butuhkan di Dunia Kerja!

“Tuntutan untuk membebaskan Habib Rizieq dan tuntutan bagaimana mengadili eksekutor enam laskar FPI, menurut saya tuntutan ini sangat masuk akal,” ujar Refly dikutip dari channel Youtube-nya, Jumat (18/12/2020).

Terkait dengan pembebasan Habib Rizieq, Refly mengemukakan dua arti pembebasan. Pertama adalah melepaskan Habib Rizieq yang saat ini ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya yang bisa dilakukan aparat, penyidik, atau penegak hukum kapan pun.

Advertisement

Beberapa kali Refly bahwa penersangkaan Habib Rizieq ini terlalu dipaksakan. Dia menilai masalah kerumunan seharusnya bisa diselesaikan secara administratif dan juga teguran untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Ngeluruk ke Rumah Istri Sah, Pelakor Ini Malah Dikeroyok

Menurutnya, Rizieq telah koorperatif dengan meminta maaf terkait kerumunan dan juga membatalkan seluruh acaranya serta menghimbau pendukungnya untuk mematuhi protokol kesehatan.

Advertisement

Sementara itu, tuntutan lain dari Aksi 1812, yaitu pengungkapan kasus penembakan enam laskar FPI. Refly menilai peristiwa tersebut merupakan tragedi kemanusiaan.

“Misalnya pengadilan Hak Asasi Manusia. Jadi kalau kita baca reading between the line, sepertinya memang terlihat mengarah kesana, tapi sekali lagi ini analisis saya,” ujarnya.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif