News
Rabu, 27 Januari 2016 - 23:00 WIB

ORANG HILANG : "Anak Kami Lepas Jilbab dan Tinggalkan Salat Sejak Ikut Gafatar"

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sebanyak 1.281 anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) tiba di dermaga Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Rabu (27/1/2016) petang. Ribuan anggota Gafatar ini dibawa dari Pelabuhan Ketapang, Kalimantan Barat, dengan menggunakan kapal Dharma Fery sejak Selasa (26/1/2016) dan akan langsung dibawa ke penampungan Asrama Haji Donohudan, Boyolali. (Imam Yuda /JIBI/Semarangpos.com)

Orang hilang yang ikut Gafatar dinilai sudah menjadi orang lain, seperti melepas jilbab dan meninggalkan salat wajib.

Solopos.com, KARANGANYAR — Sebanyak lima orang anggota keluarga asal Blulukan, Colomadu, Karanganyar, ikut dipulangkan dari Desa Pasir, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, gelombang kedua. Mereka terdiri atas suami-istri serta tiga orang anak.

Advertisement

Mereka adalah Arif Yunandar, 38, dan istrinya Dewi Trimarindra, 33, serta tiga putra mereka yaitu Endri Elsa Bian, 5; Lajendro Satria, 3; dan Jingga Laksita, 1. “Anak saya yang Dewi sedangkan Arif atau suami Dewi adalah menantu saya. Ketika saya datang di Donohudan Arif belum mau berbicara dengan saya. Sedangkan anak saya yang semula memakai jilbab, sekarang sudah tidak memakai lagi,” ujar ayah Dewi, Kiryono, 62, ketika ditemui wartawan di kediamannya di salah satu perumahan di Blulukan, Colomadu, Karanganyar, Rabu (27/1/2016).

Menurut Kiryono, kedua putranya yang lulusan Fakultas Kehutanan UGM ini pamit ke Pontianak pada November 2015. Sebenarnya mereka sudah bekerja di salah satu percetakan di Jogja, namun memilih meninggalkan pekerjaan untuk bekerja di tempat baru di Kalimantan.

Namun ketika ramai kasus orang hilang yang diduga bergabung ormas Gafatar, dia curiga kepada anaknya. Sebab, lokasi yang ditempati di pedalaman Kalimantan sulit dicapai. Karena itu, dia menyuruh salah satu keponakannya di Pontianak untuk mengecek.

Advertisement

Hasilnya ternyata benar, mereka telah ditampung di pengungsian Gafatar. “Saya sebagai orang tua tentu sedih. Karena Gafatar kan dinilai sebagai organisasi yang dilarang pemerintah.”

Di sisi lain dia juga mengaku tak habis pikir karena menantunya tak mau berkomunikasi dengan dirinya. Selain itu putranya juga dinilai telah meninggalkan salat wajib dan hanya mementingkan salat malam. “Jadi kalau salat lima waktu hanya dilakukan kalau mereka kumpul-kumpul,” ungkap Kiryono.

Terkait perubahan ini, dia mengaku sedih karena putranya yang sejak dulu dinilai taat salat lima waktu disinyalir telah berubah. Perubahan serupa disinyalir juga terjadi pada menantunya. Diduga, menantunya yang awalnya mengaku warga Muhammadiyah tulen telah berubah perangai sepulang dari Kalimantan.

Advertisement

Secara terpisah, Camat Colomadu, Yophy Eko Jatiwibowo, membenarkan kabar adanya warga Blulukan di antara rombongan anggota Gafatar yang ditampung di Asrama Haji Donohudan, Boyolali. Namun dia menjelaskan sebetulnya mereka tercatat sebagai warga Jogjakarta.

“Awalnya mereka itu mau pulang ke Jogja. Tetapi orang tua Dewi minta agar dibawa ke rumahnya di Blulukan untuk ditenangkan di rumahnya. Sekarang mereka masih mengikuti pembekalan di Donohudan,” ujar dia.

Menurut dia mereka dinilai sebagai korban yang perlu mendapat rehabilitasi. Dia berharap keluarga dan lingkungan bisa dan mau menerima para korban ini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif