SOLO — Masyarakat Peduli Pendidikan Solo (MPPS) menilai tingginya biaya operasional fasilitas di sekolah eks Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tidak bisa jadi alasan sekolah tetap menarik biaya dari masyarakat atau orangtua siswa. Pasalnya mereka menilai masalah utama pembubaran RSBI berawal dari pungutan itu.
Ketua MPPS, Hastin Dirgantari, menilai pungutan yang memberatkan orangtua siswa apapun bentuknya tidak bisa dibenarkan, karena hal itu menjurus pada sikap diskriminatif dan menyebabkan akses masyarakat ke sekolah tidak merata. Termasuk sekolah yang akan tetap menarik biaya dari orangtua untuk opersional fasilitas yang dimiliki.
Jika sekolah tidak mampu membiayai operasional fasilitas karena biaya yang telalu tinggi, sekolah tidak perlu memaksa untuk menggunakan fasilitas itu. Apalagi untuk fasilitas yang tidak mendukung pembelajaran secara tidak langsung.
“Memang fasilitas apa sih yang dimiliki? AC? Memangnya AC menentukan pendidikan berstandar internasional,” paparnya saat dihubungi Solopos.com, Senin (14/1/2013).
Selain itu, Hastin menambahkan jika fasilitas itu memang tidak bisa digunakan, alat-alat itu bisa dilelang dan uangnya bisa digunakan untuk membiayai proses pembelajaran lain. Di samping itu, fasilitas yang lengkap menurutnya tidak selalu menjamin kualitas pendidikan.
“Sekarang kesannya cuma orang mampu saja yang bisa sekolah di tempat yang bagus,” imbuhnya.
Meski demikian, Hastin menilai sekolah masih berkesempatan mendapatkan sokongan dana dari sumbangan komite sekolah. Asalkan hal itu berdasarkan persetujuan semua orangtua dan sama sekali tidak memberatkan serta tidak diwajibkan.
“Maksudnya sumbangan itu nilainya seikhlasnya, tidak dipatok harus bayar berapa,” tegasnya.
Di samping masalah pungutan, Hastin menegaskan hal yang seharusnya segera dibenahi saat ini adalah pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satunya dengan cara membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi semua anak tanpa membedakan status sosial dan kondisi ekonomi.