News
Selasa, 28 Februari 2023 - 13:22 WIB

MK Anggap Uji Materi Ancaman Pidana Minimal 2 Tahun Bui bagi Koruptor Prematur

Newswire  /  Rudi Hartono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat Studium General Fakultas Syariah IAIN Pekalongan. (Tangkapan layar Youtube Mahkamah Konstitusi)

Solopos.com, JAKARTA–Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan gugatan perkara Nomor 10/PUU-XXI/2023 yang memohon hakim menguji Pasal 603 dan 604 KUHP tentang ancaman hukuman minimal dua tahun penjara bagi koruptor, tidak diterima.

“Amar putusan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, seperti dipantau di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi dari Jakarta, Selasa (28/2/2023), dikutip dari Antara.

Advertisement

Perkara tersebut diajukan oleh 20 pemohon yang merupakan mahasiswa. Mereka menggugat tiga pasal pada UU No. 1/2023 tentang KUHP.

Dua pasal UU KUHP yang digugat yakni Pasal 603 dan 604 KUHP yang mengatur ancaman hukuman minimal dua tahun penjara bagi koruptor.

Pasal lainnya yang juga digugat ialah Pasal 256 KUHP tentang pemidanaan atas aksi unjuk rasa menyebabkan terganggunya kepentingan umum.

Advertisement

Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim MK menilai bahwa KUHP tersebut baru akan berlaku tiga tahun lagi, yakni pada 2 Januari 2026.

Oleh sebab itu, MK menilai hak konstitusional 20 mahasiswa selaku pemohon belum berkaitan dengan pasal-pasal KUHP yang digugat.

Selain itu, MK berpandangan pasal-pasal tersebut belum menimbulkan kerugian konstitusional kepada mereka, baik secara potensial maupun aktual.

Advertisement

Penilaian itu berdasarkan anggapan kerugian konstitusional yang dimaksud dalam Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan MK Nomor 11/PUU-V/2007.

Anggapan tersebut membuat majelis hakim konstitusi memutuskan tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan dalam perkara itu.

“Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Seandainya pun para pemohon memiliki kedudukan hukum, quod non, pokok permohonan para pemohon adalah prematur,” ujar Anwar Usman.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif