News
Jumat, 14 Oktober 2022 - 09:04 WIB

Menteri ESDM Akui Transisi Energi Butuh Bantuan Pembiayaan

Nyoman Ary Wahyudi  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Bahrul Amiq (kiri), dan Direktur Operasi 2 PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB), Rachmanoe Indarto, melihat bahan baku pengganti batu bara (co-firing) biomassa yang berasal dari sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (13/7/2022). (Antara/Umarul Faruq)

Solopos.com, JAKARTA—Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengajak mitra bisnis dan lembaga keuangan untuk ikut berkolaborasi dalam pembiayaan transisi energi di Indonesia. Arifin menuturkan Indonesia membutuhkan pembiayaan senilai US$1 triliun untuk investasi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) pada 2060.

Selain itu, Arifin menambahkan biaya transisi energi itu berpotensi meningkatkan seiring diterapkannya pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara yang dimulai tahun ini. “Pembiayaan transisi energi makin meningkat karena kami akan menerapkan pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara yang membutuhkan biaya besar untuk membayar kembali pinjaman dan bunga kepada pengembang,” kata Arifin saat menghadiri acara Roundtable Discussion “a Just Energy Transition and Financing” yang diselenggarakan United Nations Development Programme (UNDP) di Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Advertisement

Selain itu, Arifin menggarisbawahi, pemerintah juga menyiapkan sejumlah kebijakan spesifik terkait dengan perlindungan sosial untuk mengantisipasi peralihan dari industri pertambangan menuju energi bersih. Arifin beralasan penghentian pembangkit listrik berbasis batu bara bakal menggeser kebutuhan angkatan kerja pada industri tersebut.

Baca Juga G20 Solo Bahas Reformasi WTO Sampai Investasi

Advertisement

Baca Juga G20 Solo Bahas Reformasi WTO Sampai Investasi

“Kami juga membutuhkan dana tambahan untuk memberikan pelatihan kepada pekerja sektor pertambangan agar dapat beralih ke energi bersih dan terbarukan,” kata Arifin.

Seperti diberitakan sebelumnya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tengah mendorong penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 sebagai langkah awal perseroan memberi ruang untuk investasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional. Manuver itu diperkirakan menelan investasi sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp89,3 triliun, kurs Rp14.890.

Advertisement

Baca Juga 8.191 Polisi Dikerahkan dalam Pengamanan KTT G20

“Ini bukan biaya yang kecil kita harus lihat kemampuan fiskal Indonesia seberapa jauh untuk menyerap ini. Siapa yang seharusnya mendanai ini apakah filantropi, multilateral, bilateral atau swasta tertarik untuk ikut masuk,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PLN Sinthya Roesly.

Hanya saja, Sinthya menuturkan, pendanaan internasional dan perbankan untuk akselerasi penghentian operasi PLTU di Indonesia relatif sulit dilakukan saat ini. Menurut dia, pemberi pinjaman masih berhati-hati untuk ikut mendanai program pensiun dini PLTU lantaran sentimen pembiayaan hijau saat ini.

Advertisement

Misalkan, dia mencontohkan, perseroan sempat melakukan penjajakan kerja sama untuk pendanaan penghentian operasi PLTU pada sejumlah bank dan pihak swasta di Jepang dan Korea Selatan belum lama ini. Akan tetapi, pihak swasta dan perbankan di dua negara itu masih mengkaji kembali potensi pendanaan pada program PLN tersebut.

Baca Juga Delegasi Pertemuan Kedua G20 Ikuti City Tour di Kota Solo

“Karena ini akan bicara memindahkan portofolio batu bara di PLN ke balance mereka. Seperti apa mekanisme dari perlakuan atas karbonnya ini sehingga transisi energi ini ada,” kata Sinthya.

Advertisement

 

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Menteri ESDM: Transisi Energi Butuh Bantuan Pembiayaan, Ini Penyebabnya

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif